Mohon tunggu...
Netty Yuli Saragih
Netty Yuli Saragih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Universitas Pendidikan Indonesia

Membaca Buku

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Penantian Tokoh Kakek dan Nenek dalam Drama "Kereta Kencana" Karya WS Rendraendra

21 Desember 2023   09:47 Diperbarui: 21 Desember 2023   09:57 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

           Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan semi kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Fenanie bahwa sastra adalah karya seni yang merupakan ekspresi kehidupan manusia. Ia juga mengungkapkan bahwa sastra adalah karya fiksi hasil kreasi berdasarkan luapan emosi manusia yang spontan yang mampu mengungkapkan kemampuan aspek keindahan (Vidia dan Wika, 2021). Drama merupakan salah satu jenis karya sastra yang berbeda dari karya lainnya. Drama biasanya berisi rekaan, kejadian, dari kehidupan sehari-hari yang kemudian dipentaskan dalam bentuk karya seni diatas panggung (Vidia dan Wika, 2021). Salah satu drama yang popular di Indonesia adalah drama “Kereta Kencana” karya W.S Rendra. 

          Drama "Kereta Kencana" karya WS Rendra mengisahkan pasangan suami istri yang hanya hidup berdua dan sudah berumur 200 tahun. Pasangan tua ini membahas sebuah kereta kencana, kereta dengan 10 ekor kuda dalam satu warna. Sementara mereka sering mendengar suara-suara yang mengatakan bahwa mereka akan segera dijemput terus saja berkumandang. terdapat dalam kutipan berikut.

“wahai-wahai. Dengarlah engkau dua orang tua yang selalu bergandengan tangan, dan bercinta, sementara siang dan malam berkejaran dua abad lamanya. Wahai-wahai dengarlah! Aku memanggil mu. Datanglah berdua bagai dua ekor burung dara. Akan kurimkan kereta kencana untuk menyambut engkau berdua. Bila bulan telah luput dari mata angin, musim gugur menampari pepohonan dan daun-daun yang rebah berpusingan. Wahai-wahai!” 

          Dua orang yang kesepian yang tidak memiliki anak, dan dua orang yang memiliki kejayaan di masa lalu namun dimasa tuanya hanya bisa berkhayal kematian segera menjemput mereka berdua agar dapat menjadi sesuatu yang bermakna. Kematian mereka diibaratkan dengan kereta kencana tersebut. Mereka menyakini bahwa kereta kencana akan tiba menjemput mereka, lama ditunggu, namun tak kunjung tiba. Namun dua orang tua ini tak mengeluh dalam menunggu kereta yang tak kunjung menjemputnya. Setiap hari yang dilalui kedua pasangan tersebut hanya duduk disebuah kursi goyang dengan candaan, rayuan, hiburan, bernostalgia, dan diakhiri dengan kebosanan atau pertengkaran. Bila sudah bosan, mereka kembali bernostalgia, sesekali melihat kearah jendela, apakah sudah datang kereta yang mereka tunggu. Setelah berlalu, mereka hanya terdiam terpaku menunggu. Kebosanan semakin menjadi, mereka kembali berfikir tentang kehidupan kedepanya. Melihat kembali kejendela namun tak datang pula. Selalu seperti itu hingga waktu merapuhkan jalan mereka menuju Yang Maha Kuasa.   

         Dalam drama ini pasangan tua tersebut merasa terlalu lama menjalani hidup dan terlalu lama memeras tenaga untuk mengisi tenaga mereka yang semakin tua. Mereka beranggapan bila hari kematian akan menjemput mereka. Namun mereka tidak merasa takut karena sudah sejak lama menanti hal tersebut. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut.

“kita terlalu lama hidup, dan terlalu lama memeras tenaga untuk mengisi umur kita yang panjang ini. Berapa kali sajakah mengharap mati? Tiap datang ketukan pintu, kita berpikir ini kah saatnya? Tapi kita selalu salah duga.” 

“tapi kali ini kita tidak akan salah duga.”   

“pasti, pasti tidak akan salah lagi. Setelah akan datang sungguh saat ini, beginilah rasanya.” 

          Percakapan tersebut menjelaskan kejenuhan tokoh Kakek atas penantiannya tentang harapan yang tak kunjung datang. Setiap mendengar ketukan pintu, tokoh Kakek berharap apa yang mereka tunggu-tunggu datang (kematian), bahkan terkadang tokoh Kakek berilusi ada yang mengetuk pintu. Tedapat kutipan berikut.

“(Pintu diketuk keras-keras, nenek dan kakek terkejut)” 

“ada tamu” 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun