Di tengah hingar – bingarnya dunia yang berkembang sangat pesat, terlebih lagi semakin berkembangnya kemajuan teknologi di era digital telah banyak membuat orang terlena akan kemudahan. Pekerjaan manusia perlahan mulai tergantikan oleh kemampuan robotika yang mana tanpa kita sadari kita telah terjebak di dalamnya.Â
Jika manusia pada umumnya mudah tergantikan perannya, lantas bagaimana dengan yang memiliki kebutuhan khusus seperti halnya tuna daksa? akankah kaum difabel tuna daksa mampu memberikan dedikasi yang terbaik untuk kehidupan dirinya layaknya manusia yang lain pada umumnya?Â
Dalam esai ini, kita akan menyusuri jejak panggung seni kaum difabel tuna daksa di Indonesia. Seperti pesona panggung yang menghipnotis penonton, karya-karya mereka mengajak kita masuk ke dalam dunia di mana batasan hanya sebatas kata.
Kita akan menelusuri peran inklusi dan keberanian dalam membuka jendela menuju peluang kreatif yang tak terbatas bagi kaum difabel tuna daksa untuk berekspresi.Â
Berbicara tentang seni atau the art of inclusion dari sudut pandang kaum difabel mungkin kita akan sangat belajar banyak hal di dalamnya. Karena seni mampu menjadi perantara mereka dalam berekspresi, menebar prestasi dan juga menjadi penyambung hidup.
Melalui Kolaborasi seni antara difabel tuna daksa dengan yang lain, akan menjadikan sarana inklusi yang kuat. Kolaborasi berbagai bakat memungkinkan pertukaran ide, inspirasi, dan kreativitas antara individu.Â
Dengan latar belakang dan pengalaman yang berbeda. Misalnya :
membentuk satu kesatuan untuk sebuah proyek yang mereka tekuni dibidang mereka masing-masing baik itu seni rupa, seni musik, sastra dll dengan terlibat memamerkan seni bersama.
Atau dengan memberdayakan progam pelatihan bimbingan/mentorship yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sekaligus mendapatkan dukungan langsung dari tentor/ahli yang sudah berpengalaman.Â