Mohon tunggu...
Nesti Nadila
Nesti Nadila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya mahasiswa Semester 1 Fakultas Ilmu pendidikan

Mahasiswa Universitas Muhammaddiyah A.R Fachruddin - Mahasiswa universitas Muhammaddiyah A.R Fachruddin

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menguap Hubungan Sastra dan Masyarakat melalui Teori Sosiologi sastra Postmodernisme dan Idiologo Budaya Nasional

5 November 2024   07:40 Diperbarui: 5 November 2024   07:41 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

POSTMODERNISME DAN IDEOLOGI BUDAYA NASIONAL

Abstrak
Ciri utama postmodernisme dan postrukturalisme adalah penolakan terhadap adanya satu pusat, narasi besar, dan gerak sejarah yang monolinier. Postmodernisme dan postrukturalisme mensubversi uniformitas, homogenitas, dan totalisasi dengan memberikan intensitas terhadap perbedaan, multikulturalisme, pluralisme, bahkan relativisme. Postmodernisme sering dikacaukan dengan postrukturalisme. Postmodernisme adalah abad, zaman, era, generasi, dan periode, atau paham dan aliran dengan berbagai persoalannya, sedangkan postrukturalisme adalah tradisi intelektual, teori-teori yang digunakan untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan postmodernisme itu sendiri.

A. Pendahuluan
Postmodernisme telah menjadi sebuah istilah yang tersebar di mana- mana. Beberapa surat kabar besar di berbagai Negara menyusun seri tulisan mengenai postmodernisme. Acara-acara siaran televisi membahas persoalan- persoalan yang muncul dalam postmodernisme. Hampir semua topik dalam jurnal-jurnal periodik yang berkaitan dengan hal-hal yang berbau budaya pernah menerbitkn edisi khusus mengenai postmodernisme. Hampir semua topik dalam jurnal-jurnal periodik yang berkaitan dengan hal-hal yang berbau budaya pernah menerbitkan edisi khusus mengenai postmodernisme.
Postmodernisme sering dikacaukan dengan postrukturalisme (Ratna, 2009). Postmoderisme adalah abad, zaman era, generasi dan periode, atau paham dan aliran dengan berbagai persoalannya, sedangkan postrukturalisme adalah tradisi intelektual, teori-teori yang digunakan untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan postmodernisme itu sendiri. Secara etimologis historis postmodernisme lahir sesudah modernisme, postrukturalis setelah strukturalis.
Ciri utama postmodernisme dan postrukturalisme adalah penolkan terhadap adanya satu pusat, narasi besar, dan gerak sejarah yang monolinier. Postmodernisme dan postrukturalisme mensubversi uniformitas, homogenitas, dan totalisasi dengan memberikan intensitas terhadap perbedaan, multikulturalisme, pluralisme, bahkan relativisme.
Istilah postmodern sudah digunakan di Barat tahun 1870-an, oleh seniman Inggris John Watkins Chapman (Ratna, 2009). Istilah ini muncul kembali sekitar tahun 1930-an melalui Federico de Onis sebagai salah satu reaksi terhadap kelemahan modernisme. Postmodern menjadi populer tahun 1970-

an, yaitu dalam bidang arsitektur, tari, drama, seni lukis, film, dan musik (Hardiman, 2009). Melalui seni gaya, istilah ini menjadi populer, dan persis dalam bidang-bidang itulah istilah postodern dipertentangkan dengan istilah modern. Seni yang disebut modern itu menjaga kemurniannya dari kecenderugan untuk jatuh menjadi hiburan populer yang besifat masal. Seni mdern mengikuti standar-standar formal dan berusaha mempertahankan kebudayaan luhur dari masa silam. Berlawanan dengan itu, seni yang disebut postmodern justru mendukung kebudayaan massa. Seni ini mengandung pemberontakan radikal terhadap ide formalisme dan seni hiburan populer itu. Batas-batas kebudayaan elite dan keudayaan massa yang dijaga ketat dalam seni modern justru dihancurkan dalam seni postmodern.

B. Postmodernisme dan budaya populer 1. Arsitektur
Postmodernisme dalam arsitektur menolak bangunan-bangunan dan arsitektur di ciptakan menjadi baru sesuai dengan prinsip-prinsip rasional dan ilmiah. Dalam arsitektur postmodern, tonggaknya adalah bangunan- bangunan yang sangat banyak ornamen, di rancang sungguh-sungguh, di kontekstualkan dan diberi warna cerah, sebuah penekanan pada fiksionalitas dan sifat main-main, serta penggabungan gaya yang di ambil dari berbagai periode sejarah yang berbeda.

Arsitektur postmodern mengerjakan dan mengubah gaya bangunan menjadi perayaan gaya dan permukaan, memanfaatkan arsitektur untuk membuat lelucon tentang ruang yang di bangun ( misalnya Grandfather Clock karya Philip Johnson di New York dan Piazza Italia karya Charles Moore di New Orleans). Arsitektur postmodern juga mengerjakan dan mengubah gaya bangunan di sesuaikan dengan konteks tempat bangunan itu berada dan memadukan dengan gaya klasik ( misalnya, gaya Romawi atau Yunani Kuno) dengan gaya lokal ( tanda-tanda dan ikon-ikon budaya populer).
2. Film
Argumen-argumen postmodernis memperhatikan masalah visual dan film-film yang menekankan pada gaya, tontonan, efek, dan citraan khusus, dengan mengorbankan isi, karaker, substansi, narasi, dan kritik sosial. Contohnya film Dick Tracey (1990), Indian Jones (1981), dan serial Back to Future (1985). Film- flm tersebut tampaknya menekankan tontonan dan aksi melalui penggunaan teknik-teknik yang canggih dan rangkaian usaha tak berbelas kasihan, dan bukannya kompleksitas maupun nuansa jalinan alur dan pengembangan karakter. Kadang- kadang di katakan bahwa tuntutan naratif realisme klasik semakin di abaikan oleh film postmodern.
3. Televisi dan periklanan
Acara televisi lebih banyak mempertahankan konfensi stilistika dan petualangan sinema daripada acara rutinitas televisi yang tenang, akrab dan lebih realistis.
Iklan televisi di gunakan untuk mengetahui apakah memungkinkan untuk memberi contoh lebih jauh tentang lahirnya postmodernisme dalam budaya populer kontemporer. Argumen yang disampaikan disini adalah bahwa dahulu iklan biasanya menyampaikan kepada audien betapa bernilai dan bermanfaatnya sebuah produk. Kini iklan lebih sedikit

menyampaikan soal produk secara langsung, dan lebih mengambil rujukan-rujukan dari budaya populer maupun dengan secara sadar memperjelas statusnya sebagai 

C. Postmodernisme dan ideologi budaya di Indonesia
Para pakar kajian budaya membicarakan budaya dalam dua cara. Definisi pertama adalah ide dasar sebuah masyarakat atau kelompok tentram, ideologinya, atau cara kolektifnya pada suatu kelompok yang memahami perasaannya. Definisi kedua adalah praktik atau keseluruhan cara hidup dari kelompok, apa yang individu lakukan secara materi dari hari ke hari (Littlejohn dan fost,2008). Dua pengertian budaya tersebut tidak benar-benar terpisah karena ideologi dari sebuah kelompok di produksi dan di reproduksi dalam praktiknya. Pada kenyataannya, perhatian umum dari para ahli teori adalah hubungan antara tindakan dari institusi masyarakat, seperti halnya

media dan budaya. Ide dan praktik selalu terjadi bersama dalam sebuah konteks historis.
Sebagai contoh, manusia menonton televisi setiap hari, membuat mereka bagian dari televisi. Seluruh industru televisi adalah sebuah budaya produksi karena itu adalah sarana untuk menciptakan perselisihan, produksi ulang, dan mengubah budaya. Praktik konkrit melibatkan produksi dan mengonsumsi televisi adalah mekanisme penting dalam pembentukan ideologi.

D. Simpulan
Postmodernisme sering dikacaukan dengan postrukturalisme. Postmodernisme adalah abad, zaman, era, generasi dan periode, atau paham dan aliran dengan berbagai persoalannya, sedangkan postrukturalisme adalah tradisi intelektual, teori-teori yang di gunakan untuk memecahkan masalah- masalah yang berkaitan dengan postmodernisme itu sendiri.
Postmodernisme dikatakan menguraikan lahirnya suatu tatanan sosial tempat arti penting maupun kekuatan media massa dan budaya populer yang berarti kesemuanya itu mengatur dan membentuk segala macam hubungan sosial. Gagasannya adalah bahwa tanda-tanda budaya populer maupun citra media semakin banyak mendominasi realitas, diri kita, dan dunia disekitar kita.
Postmodernisme dimulai awal tahun 1980-an, kelompok-kelompok teater Jakarta kontemporer seperti teater Sae dan teater kubur, dan para penulis, seperti Malna, Dewanto, dan Ajidarma, mulai mengeksplorasi praktik-praktik budaya postmodern dalam gaya penulisan dan pagelaran mereka. Awal 1990- an praktik-praktik dan gaya postmodern telah mulai tampil di tempat lain,

baik di teater maupun dalam fiksi dan kritik para penulis muda yang semakin bertambah jumlahnya. Karya sastra yang di hasilkan ini tumbuh atas ketidakpuasan kelas menengah terhadap politik orde baru

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun