Selepas subuh, aku dan Mbak Nadia Cahyani segera bersiap. Bu Rita membantu kami menentukan apa yang harus kami kenakan untuk hari ini dan besok. Sesuai dengan yang tertera dalam undangan, dress code-nya adalah busana formal. Untuk laki-laki jelas maksudnya jas dan dasi, atau seragam dengan tanda penghargaan terakhir. Nah untuk cewek nih ga ada yang terlintas di pikiran kami selain kebaya.
Aku terpaksa meminjam kebaya milik anak Bu Rita untuk acara hari ini. Aku benar-benar tak mempunyai kebaya saat itu. Apalagi aku memang datang dari Singapura langsung. Tak bisa ambil kebaya di rumah. (Wonosobo-Red). Dan jelas tak ada waktu lagi untuk shopping kebaya.
Kebaya yang kukenakan berwarna Peach kekuningan dan kebaya Mbak Nadia berwarna cokelat muda. Sepatu stiletto warna emas pinjaman milik Bu Rita melengkapi kostumku. Fffuuuaaahhh.... tinggi! Kakiku... auch!
Outfit dadakan ini membuatku tak PD seratus persen... yah hanya 70%-an lah... Tapi mending daripada tak ada sama sekali! Masa kondangan ke gedung DPR/MPR pake jeans?
Segera kami menuju ke gedung MPR RI menghadiri sidang bersama Dewan Perwakilan Rakyat RI dengan Dewan Perwakilan Daerah RI, 16 Agustus 2011.
Dua jam sebelum acara kami tiba di sana dan langsung menuju Gedung Nusantara III.
Tag tanda pengenal yang aku dan Mbak Nadia kenakan berwarna ungu merah muda. Tertulis di situ TELADAN dengan tempat duduk di Balkon. Jadi begitu protokoler melihat kami, kami langsung dipisahkan dari pendamping yang hanya bisa mengikuti sidang dari luar menuju Balkon di Gedung Aula Utama. Dibawa melalui pintu berkarpet merah dan melalui beberapa screening pemeriksaan.
Kami mendapat tempat duduk barisan pertama paling ujung. Sudah tertulis untuk 2 orang perwakilan RRI. Berdekatan dengan Teladan dari Kids Zona Parlemen Anak dari Makasar, Reporter Cilik, BPS dan Olympics. Keharuan menyergap begitu kami duduk. Bahkan rasa seakan bermimpi itu masih ada. Berkali-kali aku bertanya pada Mbak Nadia, "Mbak... ini nyata nggak? Kita bener-bener datang sebagai TKW teladan?"
Di hadapan kami tepat dari arah bawah sana. Terpampang dengan angkuhnya Si Garuda Pancasila lambang negara berukuran raksasa. Di bagian tengah balkon terdapat orkes Gita Bahana Nusantara yang menyanyikan lagu-lagu kebangsaan dan lagu daerah dengan penuh semangat.
Rasa kebangsaan tiba-tiba tumpah ruah dari dada kami. Dengan Garuda di hadapan kami dan lagu-lagu yang membuat jiwa nasionalisme kami yang telah sekian tahun terkukung di negeri orang terbebas. Selama ini kami digembar gemborkan sebagai pahlawan devisa namun yang ada hanya menjadi sumber uang tanpa penghargaan dalam arti kata pahlawan yang sebenarnya.
Hingga ketika kini, aku dan Mbak Nadia Cahyani disebut sebagai TKI teladan di bidang sastra sebagai cerpenis terbaik VOI Siaran Luar Negeri LP RRI... barulah kami merasa dihargai sebagai Pahlawan Devisa Negara. Apalagi kenyataan bahwa kami adalah penulis pertama yang pernah diundang untuk mengikuti Sidang Paripurna DPR yang dipimpin langsung oleh Presiden Negara Republik Indonesia.