Indonesia terkenal dengan berbagai macam tradisi dan kebudayaan di tiap daerahnya. Salah satunya adalah tradisi sedekah bumi di Dusun Joho, yaitu salah satu dusun yang berada di Kecamatan Senori, Kabupaten Tuban, Provinsi Jawa Timur. Tradisi sedekah bumi ini merupakan salah satu tradisi rutin yang diselenggarakan tiap tahunnya. Warga setempat sering menyebut sedekah bumi ini dengan sebutan 'Manganan' yaitu tradisi yang dilakukan untuk menggambarkan rasa syukur atas hasil panen dan keselamatan yang telag diberikan, serta untuk memohon keberkahan hidup. Manganan juga dikenal dengan sedekah bumi atau nyadran.
Salah satu hal yang membedakan tradisi sedekah bumi di Dusun Joho memiliki ciri khas tersendiri dari dusun yang ada disekitarnya yaitu ada salah satu kegiatan yang biasa disebut dengan 'Nyekar'. Nyekar sendiri adalah kegiatan doa bersama atau tahlilan yang ditujukan untuk sesepuh Dusun Joho yaitu Mbah Fatah, seorang ulama yang dulunya menyebarkan agama islam di daerah Kabupaten Tuban lalu menetap di Dusun Joho sebagai tempat tinggalnya hingga di akhir hayatnya.
Dalam kegiatan Nyekar para warga membawa 'Ambeng' yang biasanya berisi Nasi, ayam panggang beserta lauk pauk yang lain. Kemudian Ambeng ini akan didoakan oleh Modin dusun, seorang pemuka agama yang dipercaya untuk menjaga tatanan kehidupan masyarakat yang dikaitkan juga dengan keagamaan. Ambeng ini nantinya akan ditukarkan dengan warga yang lain setelah didoakan oleh Modin dusun.
Dalam pelaksanaan sedekah bumi yang kedua akan diselenggarakan di Sumur Gedhe yang ada ditiap dusun. Sumur Gedhe ini memiliki ciri khas ada pohon besar yg bernama Pohon Sono Kembang yang dijadikan tempat melakukan sedekah bumi tiap tahunnya. Sama halnya dengan kegiatan 'Nyekar', awalnya para warga akan menyiapkan 'Ambeng' yang berisi nasi dan aneka lauk pauk serta jajanan dimana nantinya akan ditukar dengan warga yang lain setelah didoakan oleh Modin dusun.
Selain dalam bentuk makanan adapun para warga nantinya akan memberikan sejumlah uang kepada modin dusun saat tukar berkat di Sumur Gedhe. Saat nyekar pun sama namun uang yang terkumpul nantinya akan dimasukkan kedalam kas dusun untuk dijadikan biaya perawatan makam Mbah Fatah agar tetap terawat dan terjaga.
Adanya kegiatan tukar berkat dan doa bersama ini biasanya juga dilakukan dibeberapa tempat. Beberapa warga desa yang masih satu wilayah dan bertetangga biasanya akan melakukan kegiatan ini juga disawah. Mereka biasanya akan dipandu oleh salah satu warga yang ada disana untuk memimpin doa guna memohon kelancaran dalam memperoleh hasil panen yang memuaskan.
Malam saat sedekah bumi atau 'Manganan' di dusun joho memiliki rutinitas dengan mengadakan pertunjukan seni daerah yaitu wayang kulit. Diadakannya pertunjukan tradisional ini sebagai salah satu upaya untuk tetap melestarikan budaya daerah. Lakon atau tema cerita wayang kulit setiap tahunnya juga akan berbeda-beda tergantung permintaan dari kepala dusun. Waktu pertunjukan wayang kulit biasanya akan berjalan semalaman dan diakhiri saat waktu subuh tiba.
Menurut Ali Za'faron, kepala dusun joho berpendapat tentang diadakannya kegiatan sedekah bumi ini "Sangat bagus, karena tradisi yg di adakan setiap satu tahun sekali sebagai rasa syukur kepada Tuhan atas nikmat yang diberikan dan rizki yg keluar dari bumi." Dengan di adakannya kegiatan nyekar di makam Mbah Fatah juga memiliki nilai positif; rasa kesinambungan antar keluarga dan tetangga; kebersamaan; kerukunan; dan bisa melaksanakan doa bersama untuk mengenang Mbah Fatah selaku tokoh yang sangat dihormati dalam pembangunan dusun Joho ini.
Lambat laun teknologi dapat menggantikan dan mempengaruhi gaya hidup masyarakat. Mulai dari anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Namun, bagi masyarakat di daerah kabupaten Tuban sendiri masih banyak desa-desa yang masih tetap meneruskan tradisi dan budaya yang sudah ada sejak zaman dahulu. Diharapkan dengan adanya sedekah bumi atau 'Manganan' para warga masyarakat sekitar dapat terus dilakukan dan dilestarikan sebagai salah satu warisan budaya daerah bangsa Indonesia. Tidak hanya berhenti pada masa mereka, namun untuk terus dikenalkan dan diturunkan ke anak cucu mereka kelak.
Penulis: Nesha Putri Nadytina Mahasiswa Universitas Airlangga 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H