Mohon tunggu...
Selvi Ermawati
Selvi Ermawati Mohon Tunggu... profesional -

Perawat ICU di sebuah Rumah Sakit Pusat Kanker Nasional. Menyukai dunia kesehatan, seni, sastra dan kepenulisan.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Merawat dengan Hati, Bekerja dengan Cinta

6 April 2014   16:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:00 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Perawat makannya cuma sama kerupuk aja banyak gaya!”

Dengan tersenyum seorang teman menceritakan sebuah cacian yang baru didapat dari kliennya. Tepatnya, keluarga pasien. Ya, dengan tersenyum. Sebab cacian bukan menjadi hal yang asing bagi kami. Tak cukup hanya itu, pernah suatu ketika saat seorang teman yang lain sedang melakukan resusitasi jantung-paru untuk mengembalikan denyut jantung yang berhenti berdetak, satu kotak sarung tangan dilempar ke arahnya. Bahkan sebuah pukulan hampir mendarat di muka teman yang lainnya. Saat itu, di antara sakaratul maut, bukan iringan kalimat tauhid yang terdengar, tapi umpatan dan cacian yang seolah membuat nyawa pasien dimainkan oleh malaikat, antara di cabut atau tidak. Keluarga pasien mengamuk. Tak berhenti disana, seorang keluarga lainnya berdiri di tengah ruangan, berteriak-teriak histeris tanpa henti mencaci. Di sudut lain, sebuah meja besi ditendang sampai suaranya membuat pasien lain ketakutan.

Satpam yang kami panggil tak mampu menenangkan kondisi ruangan. Sampai sebuah tangan menyeret salah seorang keluarga yang mengamuk. Dipegangnya erat wanita itu. Tangannya mendarat beberapa kali di wajah penuh amarah. Beberapa menit kemudian, tangisan dan teriakan berhenti. Semua nyaris hening. Pukulan sang suami berhasil mengurai keributan sore itu.

Umpatan dan pujian sudah menjadi lauk menu harian. Bohong jika perawat tak pernah mengeluh. Memang benar, profesi ini adalah profesi kemanusiaan, perawat dituntut ikhlas tanpa pamrih atas pekerjaan yang dilakukan. Namun bagaimanapun juga, ikhlas bukan berarti untuk direndahkan atau diremehkan. Profesi ini bukan profesi pelengkap. Ada dasar keilmuan yang kuat dan proses pendidikan yang memakan waktu tidak sebentar, tidak mudah dan tidak murah. Profesor-profesor yang dimiliki, dan riset-riset yang tak henti adalah sebagian bukti bahwa profesi ini dinamis dan terus menerus meng-upgrad keilmuannya. Perawat adalah profesi yang sarat dengan legal etik, tanggung jawab dan tanggung gugatnya. Perawat bukan care giver apalagi baby sitter.

Dasar tindakan profesi ini adalah memenuhi kebutuhan dasar manusia. Banyak teori kebutuhan dasar manusia yang diciptakan oleh para pakar keilmuan. Teori dari Mashlow dan Handerson memang yang sering digunakan di keperawatan. Namun secara keseluruhan, apa yang perawat lakukan harus mampu memenuhi sisi biologis, psikologis, sosial, ekonomi, kultural dan spiritual (biopsikososiokultural dan spiritual).

Memenuhi kebutuhan biologis dari bernapas, makan, minum, kebersihan badan sampai eliminasi BAK-BAB. Memperhatikan psikologis pasien. Mempertimbangkan sisi sosial-ekonomi atas tindakan keperawatan yang dilakukan, bahkan meng-advokasi atas tindakan medis yang perlu penyesuaian kondisi ekonomi pasien. Termasuk menghargai sisi kultural pasien yang berbeda latar belakang budaya. Dan yang tak kalah penting adalah, peran sisi spiritual yang sering memberikan sentuhan berbeda pada saat pasien mulai kehilangan harapan. Berusaha semakin mendekatkan pasien dan keluarga pada penciptanya, terutama di ruang perawatan intensif atau ICU/HCU. Tempat dimana segala ikhtiar yang mulai buntu dan doa menjadi satu-satunya ujung harapan yang dituju.

Tidak jarang perawat hanya dianggap sebagai orang yang sekedar membantu menyuapi pasien atau membersihkan BAK dan BAB pasien. Tidak kami pungkiri memang itu bagian dari pekerjaan perawat. Namun dari pekerjaan yang terkesan sepele, sebenarnya justru itulah pekerjaan besar. Mari kita bayangkan jika kita yang berada di kondisi pasien. Saat diri tak mampu memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Bagi kita yang sehat saja, sehari tak mandi atau sikat gigi rasanya sangat tidak nyaman. Apalagi dengan pasien yang serba kesulitan menggerakkan badannya. Jangankan membersihkan kotoran tubuhnya sendiri, untuk bangun dari tempat tidur saja sangat sulit.

Memang memandikan dan membersihkan tubuh dari kotoran terkesan ringan, tapi efeknya besar. Meskipun belum tentu semua keluarga pasien bersedia membersihkan kotoran tubuh keluarganya yang sedang sakit. Dari memandikan, upaya pencegahan infeksi dilakukan. Mencegah infeksi artinya berupaya mengurangi penggunaan antibiotik yang harganya bisa sampai ratusan ribu bahkan jutaan seharinya. Padahal antibiotik tidak cukup hanya digunakan dalam sehari atau dua hari. Ada yang sampai dua minggu. Jika sehari saja satu juta untuk antibiotik, tinggal dikalikan berapa banyak uang yang harus dikeluarkan karena infeksi yang disebabkan kurangnya hygiene atau kebersihan badan pasien. Inilah yang kami sebut tindakan kecil yang berefek besar.

Bicara tentang obat. Memang perawat tidak berwenang meresepkan obat, tapi ada tanggung jawab yang disebut drug administering. Mulai dari mengecek ketepatan dosis obat, kesesuaian obat dengan kondisi pasien, mengingatkan kepada dokter tentang berapa lama obat sudah diberikan, memantau efek obat dan memastikan obat benar-benar masuk ke tubuh pasien dan banyak lagi lainnya. Ini hanya sedikit contoh dari pekerjaan perawat. Dan jika diuraikan lebih banyak lagi, maka anda tidak lagi membaca sebuah artikel melainkan sebuah pentalogi novel.

Memang pada dasarnya profesi ini adalah profesi yang dibentuk atas dasar kemanusiaan. Bukan untuk mendapat pujian, namun juga bukan berarti sebagai tempat meluapkan kekesalan dan cacian. Ikhlas memang kuncinya, bukan hanya untuk perawat itu sendiri, tapi juga pasien dan keluarganya. Ikhlas menerima kondisi sakit sebagai ujian dan penggugur dosa, agar selalu siap jika sakit tersebut harus berujung pada tercabutnya nyawa. Hal inilah yang menjadi PR besar bagi perawat. Bagaimana menyiapkan pasien mampu menerima keadaan hingga kondisi terburuknya. Agar tidak ada lagi keributan seperti kejadian diatas.

Saya teringat pada sebuah tulisan di dinding depan sebuah kampus keperawatan di Semarang, tepatnya Universitas Diponegoro. Terpampang jelas kalimat “Mendidik dengan hati, bekerja dengan cinta”. Barangkali inilah yang ingin disampaikan kepada para mahasiswanya saat terjun di “dunia” yang sesungguhnya. “Merawat dengan hati, bekerja dengan cinta”.*

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun