Mohon tunggu...
Nerisa Arviana Yang
Nerisa Arviana Yang Mohon Tunggu... -

Business Administration student class of 2013 at Unika Atma Jaya Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Ketika Dompet Hilang di Negara Maju

3 Mei 2017   23:31 Diperbarui: 3 Mei 2017   23:45 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Pernahkah Anda merasakan kemalingan atau kehilangan barang? Berapa banyak dari Anda atau kerabat Anda yang akan melaporkan kehilangan barang kepada polisi ataupun petugas? Dan kalaupun ada, berapa diantaranya yang betul-betul ditemukan dan dikembalikan kepada Anda?

Menyangkut hal tersebut, saya ingin membagikan pengalaman apes yang  saya alami ketika saya melakukan program pertukaran pelajar di Jerman pada bulan September 2016 lalu oleh Erasmus+ yang bekerja sama dengan Unika Atma Jaya Jakarta, universitas tempat saya menuntut ilmu.

Di hari pertama, 5 September 2016 ketika saya sampai di bandara Duesseldorf dengan membawa satu koper besar dan satu tas travel dengan total berat 30 kilogram serta tas selempangan, saya harus melanjutkan perjalanan dengan menggunakan kereta Deutsche Bahn (DB) untuk sampai ke akomodasi tempat saya akan tinggal. Untuk ke kota tempat saya tinggal, yaitu Gelsenkirchen, saya harus transit ke beberapa stasiun dengan membawa bawaan berat tersebut yang membuat saya cukup kewalahan naik turun tangga stasiun, apalagi dengan waktu transit kereta yang cukup sempit. Beberapa jam kemudian, saya pun sampai di akomodasi saya dan mendapatkan tas selempang saya dengan zipper yang terbuka ketika saya ingin mengeluarkan barang dari tas. Saya pun mendapati bahwa dompet saya tidak dapat ditemukan. Beruntungnya adalah bahwa uang yang saya bawa di dompet saya tidak seberapa, masih ada uang dan paspor serta visa yang saya bawa di tas pinggang saya yang tidak terlihat. Namun yang membuat saya pusing adalah bahwa KTP dan ATM saya ada di dompet tersebut. Ditambah lagi dengan adanya kasus korupsi e-KTP, yang bisa segera diproses hanyalah KTP sementara yang hanya berlaku 6 bulan. Pelajaran buat teman-teman yang akan ke luar negeri, jangan membawa KTP karena tidak akan dipakai dan kalau hilang malah membuat pusing. Hanya paspor dan visa-lah identitas resmi yang harus Anda bawa dan jaga baik-baik. Di saat itu, dengan mental orang Indonesia yang saya miliki, saya hanya pasrah karena berpikir tidak mungkin bisa ditemukan.

Yang harus teman-teman ketahui mengenai Jerman adalah bahwa ternyata jika mengalami kehilangan barang di tempat umum, segera laporkan ke petugas di sekitar lokasi tersebut. Kebanyakan orang akan bisa mendapatkan barangnya kembali, meskipun sangat besar kemungkinan uang kalian sudah tidak ada lagi jika barang itu merupakan dompet. Setidaknya, kita tidak perlu pusing dengan kehilangan kartu identitas dan semacamnya. Secara logika, ini masuk akal. Apakah maling butuh kartu identitas kita? Apakah mereka butuh dompet kita? Tidak. Mereka hanya butuh uangnya. Di Jerman, biasanya maling akan mengambil dompet kita, mengambil uang yang ada, kemudian menaruh dompet kita di sembarang tempat sampai ada orang yang menemukan dompet dan memberikannya pada petugas stasiun atau mungkin petugas yang malah menemukannya.

Aneh ya? Bagi kita orang Indonesia, iya itu aneh dan terdengar tidak mungkin. Namun, hal ini benar terjadi pada teman saya, Gita Aprillya, yang juga pada saat itu dalam program pertukaran pelajar seperti saya. Pada bulan Desember 2016 lalu, ketika kami hendak pergi bersama ke kota lain, kami berjanji untuk bertemu di stasiun Gelsenkirchen. Ketika baru saja ia sampai dan hendak mencari barang, ia baru menyadari bahwa tas kecil yang ia bawa zippernya terbuka, dan betul, dompetnya lenyap. Waktu itu, tutor kami di universitas di Jerman mengusulkan untuk melaporkan kepada petugas stasiun. Sekitar satu minggu kemudian, teman saya dikontak oleh petugas stasiun bahwa dompet dengan ciri-ciri yang disebutkan pun ditemukan lengkap dengan identitas yang ada di dalamnya, meskipun uang didalamnya sudah hilang. Teman saya pun kemudian diminta untuk pergi ke kota bernama Wuppertal dimana barang-barang yang ditemukan di stasiun dikumpulkan oleh DB.

Sumber ilustrasi: stagingv2.sophieparis.com
Sumber ilustrasi: stagingv2.sophieparis.com
                Mendengar hal itu, saya cukup optimis untuk mendapatkan kembali  dompet saya yang hilang. Beberapa hari kemudian setelah saya mengetahui tentang informasi dari teman saya itu, saya pergi kembali ke stasiun Duesseldorf untuk menanyakan tentang dompet saya yang hilang. Ia mengatakan bahwa barang yang hilang tersebut bisa saya ceritakan detil barang dan lokasi kehilangan melalui website DB. Namun ketika saya memberitahu bahwa saya kehilangan barang tersebut sejak September lalu, ia mengatakan bahwa barang yang sudah hilang lebih dari 2-3 minggu dari kejadian namun tidak dilaporkan atau diambil, akan dijual dalam pelelangan di setiap hari Kamis. Jerman pun memiliki hukum tersendiri khusus untuk hilangnya barang, yaitu Kode Sipil Jerman (German Civil Code) nomor 978 mengenai properti yang ditemukan pada tempat publik atau pada penyedia transportasi umum. Salah satu yang mendorong kejujuran mereka adalah bahwa sang penemu barang berhak untuk mendapatkan reward dari si kehilangan barang. Untuk informasi lengkap mengenai kehilangan barang dan prosedurnya pun bisa dilihat di sini dalam bahasa Inggris. Sayang sekali dompet saya tidak dapat ditemukan karena saya telat dalam mengetahui informasi ini.

                Dari pengalaman ini, saya betul-betul bisa merasakan mengapa negara yang maju seperti Jerman sangat berbeda dengan Indonesia yang merupakan negara berkembang. Mengapa demikian? Karena ada hukum yang mengatur dan betul-betul ditegakkan. Bayangkan jika tidak ada hukum tersebut di Jerman, apakah teman saya bisa mendapatkan dompetnya kembali? Saya rasa tidak. Saya pun berpikir alangkah jauh lebih baiknya hidup kita jika di Indonesia kita bisa peduli dan menegakkan hukum dalam hal yang kecil atau sepele seperti ini. Saya rasa hukum di Indonesia sudah cukup banyak, hanya saja bagaimana hukum itu ditegakkan. Harus lebih banyak kaum muda yang belajar banyak dari luar negeri, kemudian bisa mencontohnya untuk diterapkan di Indonesia. Jika ingin ada perubahan dalam negeri, harus ada perubahan dari kita yang tinggal di dalamnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun