Mohon tunggu...
Nepi Diana
Nepi Diana Mohon Tunggu... -

Hidup bukankah seperti sebuah cerita yang telah dibuat oleh Allah? Masing-masing memiliki akhir tersendiri.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta Bukan Khayalan

24 November 2012   03:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:45 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Aah udah sore lagi, mana belum mandi” ucapku lemas karena baru saja bangun dari tidur siangku. Namaku Vanessa Adinata siswi kelas XI IPA 1. Orang bilang aku cantik dan pintar, tapi aku tak pernah menganggap diriku seperti itu. Menurutku, aku hanya gadis biasa. Dan cantik itu relatif kan ?

“Vanessa sayang, bangun udah sore nih” teriak mama membangunkan ku yang sebenarnya sudah bangun lebih dulu.

“Iyaa Ma, aku udah bangun” jawabku dari dalam kamar. Rasanya malas untuk bangun dari tempat tidur dan segera mandi. Aku malah lebih memilih mengambil handphone ku lalu online Facebook. Iseng-iseng ku tulis status di beranda Facebook ku.

Udah sore, tapi males mandi. Apa gak usah mandi aja ya ? haha :P

Itulah bunyi status ku di Facebook. Beberapa menit setelah ku update, ternyata ada seseorang yang mengomentari statusku tadi ‘Dicky Saputra’ itulah nama akun yang tertera.

Waah masa cewek males mandi :) mandi dong biar wangi . Ya kan ?

itulah bunyi komentarnya. Aku pun menjawabnya

Haha iya juga sih. Komentarku singkat

Orang itu membalas komentarku kembali.

Yaudah sana mandi :D .

OK. Jawabku mengakhiri obrolanku dengannya.

Aku pun logout dari Facebook dan segera mandi.

Esok siangnya karena hari libur, aku pun online menggunakan laptop. Setelah ku periksa semua tugas ku sudah terselesaikan. Aku membuka akun Facebook ku, karena hanya itulah yang dapat sedikit menghilangkan kepenetan ku. Setelah sign in, aku melihat ada satu pesan baru di inbox Facebook ku. Ku lihat dan ternyata itu adalah pesan dari Dicky Saputra, orang yang mengomentari statusku kemarin sore.

Hai... :) bunyi pesannya

Hai juga. Balasku.

Aku berfikir biasanya aku malas membalas pesan dari orang yang belum aku kenal, apalagi dari ‘Dunia Maya’, tapi tidak dengan Dickyentah kenapa aku ini. Saat itu juga aku terfikir untuk melihat profilnya langsung saja ku lihat biodata dan profil picturenya.

‘Oh masih sekolah, kelas 11 juga...’ gumam ku. Aku pun beralih melihat foto profilnya.

“mm..ganteng juga. Tapi apa bener foto asli ? tapi biarlah apa urusanku” ucapku.

“Vaness ikut mama ke mall yuk” ajak mama dari luar kamar

“Iyaa Ma sebentar...” jawabku. Karena hari libur dan tugas ku sudah terselesaikan semua aku punmenyetujui ajakan mama untuk pergi ke mall, hitung-hitung untuk refreshing.

Semenjak perkenalanku dengan Dicky melalui Facebook dan ia pun sering mengirimi ku pesan kami pun mulai dekat, bahkan kami sudah bertukaran nomor handphone. Aku tak pernah merasa terganggu jika Dicky sering sekali mengirimiku pesan, padahal biasanya aku paling tidak suka di ganggu oleh orang lain. Aku bingung sendiri.

“Dheaaa...” panggilku sambil berlari kecil menghampiri sahabatku Dhea. Dhea menoleh dan tersenyum ke arahku.

“Kamu kenapa kayaknya seneng banget ?” tanya Dhea agak heran.

“Nggak apa-apa kok. Dhea aku punya temen baru. Baik deh”

“Oh ya ? Siapa namanya ?”

“Iyaa. Namanya Dicky Saputra”

“Oh cowok toh. Ehem..” aku hanya mengangguk.

“TTM yaa ? Hayoo ngaku” goda Dhea

“Apaan sih”

“Halah nggak ngaku nih sama aku. Pake bohong segala, lihat muka kamu tuh udah berubah warna. Haha”. Aku sontak memegang wajahku, namun Dhea hanya tertawa melihat aku yang salah tingkah. Aku merasa terlihat bodoh karena salah tingkah.

“Haha gimana orangnya ? pasti ganteng kan” Dhea mulai bicara lagi. Aku haya mengangkat bahu.

“Kok ngangkat bahu, kamu belum pernah ketemu dia ?”

“Belum”

“Terus kamu kenal dia dimana ?”

“Aku kenal dia lewat Facebook”

“Kamu percaya sama dia ? orang di Dunia Maya sulit di percaya, hati-hati loh”

“Hmm.. iya sih tapi nggak tau kenapa aku ngerasa kalau Dicky itu beda”

“Itu sih terserah kamu aku cuma bisa ngingetin kamu aja untuk hati-hati”

“Sip tenang aja hehe”

“Oh iya emang gimana sih profil picture dia di Facebook ? Ganteng pasti. Sampai kamu aja bisa suka” lagi-lagi Dhea menggoda ku.

“Yaa di fotonya sih ganteng. Tapi aku bertemen sama dia bukan karena dia ganteng kok”

“Oh ya ? Kalau dia nggak secakep seperti di foto gimana ?” Dhea mencolek dagu ku

“Dheaaa aku kan bilang aku nggak lihat ganteng atau nggaknya. Kamu ini ya”

“Hehe iya-iya aku bercanda kali, orang lagi jatuh cinta cepet emosi yaa haha” Dhea berlari menjauh.

“Ih Dheaaaaa” aku pun berlari mengejar Dhea.

“Sudah cukup lama aku mengenal Dicky, tapi sampai saat ini aku belum pernah bertatapan langsung dengannya. Malah saat ini, dia menghilang. Nomornya pun gak bisa dihubungi...” aku yang berbicara sendiri sambil mengingat-ngingat ternyata sudah tiga bulan aku mengenal Dicky.

Aku berjalan menunduk menuju taman yang tak jauh dari kediamanku. Taman adalah tempat favoritku, saat sedang sedih ataupun sedang merasa sendiri, aku selalu datang ke taman ini. Dan sudah lama juga aku tak berkunjung ke taman ini.

Sampailah aku di taman, aku pun merebahkan tubuhku di atas hamparan rumput hijau, merasakan tiupan angin sore itu. Sejuk yang kurasa sedikit menghilangkan kegundahan ku dan pikiranku tentang Dicky. Suasana terasa heningseakan mewakili perasaanku saat ini.

“Ya Tuhan apa aku mencitai Dicky ? seseorang yang ku kenal dari Dunia Maya, yang keberadaannya pun gak jelas ada dimana. Dan apakah Dicky itu nyata ?” ucapku lirih. Aku tak tahu perasaan apa yang sedang menghinggapiku ini. Aku senang dapat mengenal Dicky, tapi di lain sisi apakah aku bisa mengharapkan Dicky ? aku hanya mengenal Dicky lewat Facebook, dan aku belum tahu jelas siapa Dicky sebenarnya.

Deg !

Hatiku seperti dihujam palu yang sangat besar. Dan itu membuatku sesak napas. Apa maksud semua ini ? apakah Dicky hanya mempermainkanku ? Ya Tuhan... bodoh sekali aku ini. Aku terlalu percaya dengan Dicky.

Aku tak bisa membendung air mataku lagi, ku biarkan air mata ini menetes. Mungkin itu bisa membuatku lebih baik. Tiupan angin semakin kencang sore itu, kelihatannya cuaca berubah menjadi mendung. Cocok sekali dengan suasana hatiku saat ini.

“Tuhan apakah Dicky NYATA ?” teriakku meluap dengan air mata yang masih menetes. Aku pun terpejam membiarkan diriku untuk lebih tenang.

“Sssssttt... cewek kok teriak-teriak sih. Oh ya, udah mandi belum nih ? udah sore loh..”

Aku mendengar suara tapi aku tak menhiraukannya aku pikir itu halusinasiku tentang Dicky, aku tetap terpejam.

“mandi dong jangan males, masa cewek males mandi..”

Ya Tuhan, kata-kata itu... jangan-jangan... aku pun segera membuka mata..

Aku menoleh ke belakang

“Dicky...” ucapku terkejut tak menyangka. Setelah melihat seorang laki-laki berbadan tinggi dan agak kurus yang telah ada di hadapan ku. Benarkah yang ada dihadapanku ini Dicky ? batinku tak menyangka. Ternyata dia nyata. Sama persis seperti di Facebook.

Dicky mendekat dan duduk di sampingku. Dia tersenyum ke arahku.

Deg !

Kali ini jantungku berdegup kencang, ada rasa senang yang teramat ketika melihat Dicky berada di sampingku dan tersenyum. Aku masih menatap Dicky seakan tak percaya kalau Dicky ada di sampingku.

“Kamu kenapa ? kok kayak kaget gitu sih, lihat aku kayak lihat setan” Dicky menatapku

“Ka..ka..kamu kok bisa ada disini, ka..kamu tau dari mana...” aku bertanya agak terbata, namun Dicky tetap tersenyum hangat ke arahku.

“Aku lihat info kamu di Facebook, dan aku coba cari alamat kamu. Lagipula tempat tinggal aku juga nggak terlalu jauh dari daerah sini. Jadi, aku niat buat nyari kamu..”lagi-lagi Dicky tersenyum.

“ Maaf aku nggak pernah kasih kabar ke kamu. Aku bukan menghilang dari kehidupanmu, tapi pergi untuk mencarimu” sambung Dicky kembali.

Aku tersenyum, namun aku tak bisa berkata apa-apa. Air mataku menetes lagi, tapi ini bukan air mata kesedihan melainkan luapan rasa kegembiraanku melihat Dicky sekarang.

“Jangan nangis lagi. Aku udah ada disini. Di samping kamu...” Dicky kembali tersenyum , aku tersenyum dalam tangis dan memeluk Dicky erat. Dicky pun memeluk dan mengusap lembut kepalaku, seakan ia tahu dengan perasaanku saat ini, bahwa aku tak mau jika Dicky pergi....

-End-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun