Mohon tunggu...
Neowise
Neowise Mohon Tunggu... Tutor - Pelatihan dan konsultasi

Pengetahuan melihat dan memahami tentang masalah kehidupan dikaitkan dengan pengenalan diri sebagai sumber sebabnya.

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Perundungan! Salah Siapa?

15 September 2024   15:40 Diperbarui: 15 September 2024   18:30 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Percaya tidak kalau kejadian perundungan itu tidak akan pernah musnah dari muka bumi ini?

Kerap kali kita melihat kasus-kasus perundungan terjadi, paling sering kita lihat atau dengar terjadi pada anak-anak di lingkungan sekolah. Meski demikian bukan berarti perundungan ini hanya terjadi di anak-anak tapi juga bisa terjadi pada siapapun di berbagai rentang usia dan di lingkungan apapun. Misalnya kita sering mendengar orang-orang yang mengatakan "dirundung nasib, takdir, atau malang". Ada juga yang alami perundungan di lingkungan kerja dan lain-lain.

Namun di sini kita fokuskan dulu hanya pada kasus perundungan yang terjadi pada anak. Bagaimana atau seperti apa "penyelesaian" atas kasus perundungan yang terjadi? Umumnya ya hanya penyelesaian secara "permukaan" saja, misal yang melakukan kena sanksi (hukuman), orangtua dipanggil dan diminta mendidik anaknya lebih baik lagi. Dan apabila kerap berulang terjadi maka anak yang dirundung oleh orangtuanya akan dipindahkan ke sekolah lainnya (istilahnya mengubah lingkungan). Apakah ini adalah jalan penyelesaian yang sudah benar dan tepat? Apakah ada jaminan anak yang dirundung tidak akan kena rundungan lagi? Dan masih banyak pertanyaan lain yang bisa kita pertanyakan yang pada ujungnya semoga sampai ke satu pertanyaan "kunci", yaitu, "Apa PENYEBAB anak dirundung? Apa PENYEBAB anak menjadi perundung?"

Ya SEBAB!

Tanpa mengetahui "sebab" maka penyelesaian secara permukaan sebenarnya hanya merupakan "upaya  menghindar" semata. Perundungan masih akan terus berulang terjadi meski dalam wujud yang berbeda sesuai keadaan (kondisi) yang sedang dijalani nanti. Di sini yang orang suka luput melihat atau menyadarinya.

Bagaimana kalau dikatakan bahwa orangtualah yang menjadi "sebabnya"? Apa???

Pahamilah dulu bahwa kalau orangtua dikatakan sebagai "sebab" bukan berarti "salah". Jangan terjebak dengan persepsi "salah" itu. Apabila dibilang sebagai "sebab" maka kita harus MELIHAT dulu "ada apa atau di mana yang menjadi sumber sebabnya?" Jangan langsung bereaksi karena merasa dipersepsikan salah tapi lakukan "penyelidikan".

Di banyak kasus perundungan pada anak, sejauh yang ditemukan selama ini, "penyebab" ada di sisi ayah (sisi maskulin). Kesimpulannya adalah anak merasa tiadanya figur ayah yang kuat dalam dirinya. Dan memang realitanya setelah diselidiki terbukti, misal sosok ayah yang pendiam yang jarang berinteraksi dengan anak, ayah yang tidak bisa ambil sikap atau keputusan, ayah yang memang bekerja di luar kota, sibuk, dan lain sebagainya. Bagi seorang anak, ayah selain dianggap sebagai kepala keluarga, juga yang penting adalah sebagai sosok pelindung yang dapat memberikan rasa aman. Jadi jika figur ayah lemah dalam diri anak maka sesungguhnya di dalam ia merasakan ketidakamanan, "Ayah lindungi aku." Dan inilah yang akhirnya "menggiring" kepada terjadinya kejadian perundungan itu. Perundungan juga dapat dilihat sebagai sebuah informasi buat kita sebagai orangtua.

Pertanyaan selanjutnya yang menggelitik adalah, "Ada apa dengan ayah, mengapa ia menjadi figur yang lemah di mata anak? Apakah ayah dulu juga tidak merasakan adanya figur ayah yang kuat dalam dirinya? Atau jangan-jangan ayah dulu juga alami perundungan? Dan lain-lain." Jika "ya", bukankah dapat dilihat dengan jelas telah terjadinya Pola Berulang itu?
(Untuk Pola Berulang sudah dijelaskan oleh penulis di artikel sebelumnya Waspada! Pola Berulang itu Ada dan Nyata )

Dengan mengetahui sebab maka menjadi lebih mudah mengatasi masalah anak yang kena perundungan dan dapat mengubah "peta perjalanan" hidup anak ke depannya. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun