"Eh, lu tau ga si tadi gw diceritain si itu abis kena labrak"
"A***r lu yang bener?"
"Iya kocak beneran gw"
Pernah nggak sih kamu ada dalam situasi seperti dialog di atas? Kalau pernah, kamu berada diposisi yang mendengar atau ngomong? Peristiwa ini mungkin pernah terjadi kepada kita semua, terutama dalam lingkup pertemanan atau sosialisasi. Meskipun mungkin dianggap tidak sopan, fenomena ini sebenarnya memiliki akar yang dalam psikologi dan perilaku manusia. Salah satu jenis kata tersebut adalah kata kasar (kata benci atau kata kotor). Meskipun kadang dianggap tidak pantas untuk digunakan dalam situasi formal, kata-kata ini memainkan peran penting sebagai refleksi dari keadaan mental dan sosial seseorang. Mengapa kita terkadang merasa terdorong untuk mengeluarkan kata-kata kasar, terutama dalam situasi yang penuh emosi? Dengan demikian, penggunaan kata kasar dapat memberikan wawasan mendalam mengenai bagaimana manusia bereaksi terhadap lingkungan sekitarnya serta cara mereka mengekspresikan diri secara spontan.
Penggunaan kata kasar dalam komunikasi sehari-hari telah menjadi fenomena yang umum, terutama di kalangan remaja dan generasi muda. Kata-kata ini sering muncul dalam berbagai konteks, baik saat emosi memuncak maupun dalam situasi santai. Banyak hal yang menjadi faktor penyebab dari penggunaan kata kasar tersebut. Pertama, dari pengaruh lingkungan sosial, termasuk keluarga dan teman sebaya. Mereka memiliki peran yang signifikan dalam membentuk kebiasaan berbahasa kita. Anak-anak yang tumbuh di lingkungan di mana kata-kata kasar sering digunakan akan cenderung untuk meniru kata-kata tersebut. Misalnya, jika orang tua atau anggota keluarga lainnya menggunakan bahasa kasar saat berkomunikasi, anak-anak akan menganggapnya sebagai hal yang normal dan akan mengadopsinya dalam interaksi mereka.
Segi pergaulan dengan teman sebaya menjadi faktor penyebab kedua yang berkontribusi besar terhadap penggunaan kata kasar. Remaja itu sering merasa bahwa mereka perlu untuk menyesuaikan diri dengan kelompok pertemanan mereka agar diterima. Dalam banyak kasus, penggunaan kata kasar dianggap sebagai tanda kedekatan atau keakraban dalam pergaulan. Mereka yang tidak mengikuti pergaulan ini bisa dianggap "cupu" atau tidak gaul. Ketiga, bisa dilihat dari pengaruh media sosial. Media sosial telah menjadi platform di mana kata kasar sering digunakan tanpa kontrol. Banyak pengguna merasa bahwa mereka dapat mengekspresikan emosi mereka secara bebas melalui kata-kata kasar di platform ini, yang kemudian dapat mempengaruhi pengikut mereka untuk melakukan hal yang sama.
Penggunaan kata kasar ternyata punya dampak yang cukup besar, loh! Pertama-tama, kalau kita sering menggunakan kata-kata kasar, itu bisa merusak keindahan dan keefektifan bahasa kita. Bayangkan saja, saat kata-kata kasar jadi hal yang biasa, bahasa jadi kehilangan makna dan fungsi komunikatifnya. Akhirnya, kita jadi kurang efektif dalam menyampaikan pesan. Selain itu, kata-kata kasar juga bisa menyakiti perasaan orang lain. Dalam interaksi sosial, menggunakan bahasa yang ofensif bisa merendahkan martabat orang lain dan menciptakan suasana negatif. Siapa sih yang mau berkomunikasi dalam suasana yang nggak nyaman?
Hal yang tak kalah penting, kebiasaan berkata kasar bisa berdampak buruk pada kesehatan mental kita sendiri. Orang yang terbiasa menggunakan kata-kata kasar cenderung lebih mudah tersinggung dan cepat marah. Ini bisa bikin kita kehilangan kontrol emosi dan menyebabkan konflik dengan orang lain lebih sering terjadi. Jadi, mari kita lebih bijak dalam memilih kata-kata. Dengan berkomunikasi secara positif, kita bisa menciptakan suasana yang lebih baik untuk diri sendiri dan orang-orang di sekitar kita!
Apa sih kesimpulan yang bisa kita dapatkan dari pembahasan ini? Nah jadi, secara keseluruhan, meskipun penggunaan kata kasar mungkin terasa biasa dalam konteks tertentu, penting untuk menyadari dampaknya terhadap diri kita sendiri dan orang lain di sekitar kita. Dengan memilih kata-kata yang lebih positif dan konstruktif atau yang saling membangun dan mendorong, kita dapat menciptakan suasana komunikasi yang lebih baik, memperkuat hubungan sosial dengan yang lain, dan menjaga kesehatan mental kita sendiri. Oleh karena itu, marilah kita membiasakan penggunaan kata-kata yang saling membangun satu dengan yang lain demi kebaikan bersama!
Penulis: Caitlyn Faith Lauw
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H