Aku berjalan santai dengan tatapan kosong menyusuri sebuah desa kecil yang sunyi dan sepi karena di tinggal para penghuninya yang merantau meninggalkan desanya. Tiba-tiba dari arah yang tidak kusangka-sangka, “bruugghhhhh” seorang perempuan menabrakku dari arah yang berlawanan, sepertinya ia terburu-buru, dia membuat makan siang yang aku bawa untuk ayahku di sawah jatuh dan tumpah, aku mengangkat kepalaku dan menatapnya “ kalau jalan liat-liat dong, jangan asal tabrak aja” , pada saat yang bersamaan juga dia mengangkat kepalanya sambil berkata “maaf,maaf aku terburu-buru”. Akhirnya kami saling pandang, dan beberapa saat lamanya membisu layaknya patung, kemudian aku tersadar, tadinya aku berusaha mengingat masa lalu, sepertinya aku pernah mengenal dekat sosoknya, wajahnya tak asing lagi di mataku, suaranya tak asing lagi di telingaku.
“Trisna ?”
“Nenti “
“kamu beneran Trisna ?” tanyaku.
“Ya, aku beneran Trisna temen SD mu”
Sudah 9 tahun kami tidak pernah berjumpa, dan akhirnya dipertemukan di tempat ini dalam keadaan yang menjengkelkan, meski sekarang dia sudah dewasa, umurnya 21 tahun, aku masih dapat mengenalinya, wajahnya tidak berbeda jauh dengan yang dulu, kuakui dia semakin dewasa, cantik, walaupun tetap menyebalkan.
Aku mengambil makanan yang di bantu alehnya, dia terus menatapku sejak tadi dan matanya tak juga hengkang dari wajahku, kemudian dia menarik tanganku dan memelukku dengan erat, dia menangis tersendu-sendu di bahuku, dia meminta maaf karena telah pergi meninggalkan aku dan meninggalkan desa kecil dimana kita tinggal berdampingan dengan alasan ikut ibunya tinggal bersama nenek dari ibunya karena orang tua Trisna sudah bercerai. Ibuya yang pergi meninggalkan Trisna menjadi TKI di Arab, sedangkan Ayahnya trisna menikah lagi dan pindah ke kota. Kami pergi ke sungai dekat pesawahan dan duduk menikmati suasana pagi disana, sambil bertukar cerita.
“jadi ingat waktu kecil, aku kangen banget sama kamu nen” tanya trisna sambil meneteskan airmata. Dan langsung melontarkan pertanyaan untuk mencairkan suasana.
“ selepas SD, kamu SMP dimana Tris ?” tanyaku tersenyum. Padahal dalam hati aku juga sangat kangen.
“ di Bandung, aku tinggal bersama nenekku, kamu dimana nen ?”
“ ya aku SMP di cianjur tris” jawabku.
“ maaf ya tadi aku buru-buru, aku disuruh nenek ke rumah paman ambil bibit sawi”
“iya gak papa”
“oh, ya kamu makin cantik aja ya nen, tapi makin cerewet juga, hahaha”
“Gak lucu, kamu masih saja menjengkelkan, dan setiap bersamamu rasanya aku ingin marah saja” jawabku
“Tuh kan marah lagi, cerewet lagi, dari dulu emang gak berubah-berubah semakin cerewet kaya emaknya” haha dia tertawa sambil meledekku.
Dia mencubitku dan berlari, kemudian aku balas dengan menyipratkan air ke tubuhnya sampai basah tidak ada rasa canggung walaupun sudah lama tidak bertemu. Kami saling bercanda menyipratkan air sampai basah kuyup, tertawa, bercanda bahagia setelah sekian lama tidak berjumpa, rasanya terbayarlah sudah rasa rindu itu. Waktu mulai siang, Kamipun bergegas melanjutkan perjalanan menuju sawah dimana ayahku sedang bekerja bersama dengan pekerja lainnya. Pasti ayahku sudah menunggu makan siangnya.
“ Ayaaaaahhhh” teriakku dari atas jembatan layang dari bambu.
“ ayo neng, cepet turun hati-hati bawa makanannya ayah sudah lapar” jawab ayah
“iya yah “ jawabku sambil berlari menarik tanganya trisna .
“ lihat yah, siapa yang aku bawa ?”
“neng trisna, udah besar sekarang, makin cantik aja, dulu masih kecil yang suka nangis di jailin nenti, ayah pangling melihatnya” jawab ayah
Trisna hanya tersenyum dan tersipu malu. Ayah langsung menyantap makan siangnya, akupun kaget melihat ayah makan makanannya yang tadi sempat jatuh dan sedikit kotor, aku dan Trisna saling bertatapan. Ayah tidak menyadari bahwa makanannya sedikit kotor.
“ ayah, makanannya enak ?” tanyaku pelan.
“enak, kalau ibumu yang masak pasti enak, hehe “ jawab ayah.
Selesai menemani ayah menyantap makan siangnya, kamipun pamit pulang dan melangsungkan perjalanan lagi menuju rumah paman Trisna untuk mengambil bibit sawi. Rumah paman Trisna yang tidak jauh dari desa ku, kami menyusuri pesawahan yang indah ditemani dengan kicauan burung pipit menambah keasrian suasana desa kecilku yang indah.
Setelah dari rumah paman Tisna, kami berjalan pulang dengan hati bahagia, sampai dirumah aku bergegas mandi kemudian tiduran di kamar karena aku merasa lelah, dan setelah bertemu Trias lelah itu berubah menjadi bahagia yang tak terkira, Trisna teman kecilku yang kini sudah menjadi wanita dewasa dan mandiri, ia akan segera dilamar oleh pemuda yang tinggal tidak jauh dari tempat dimana Trisna tinggal sekarang yaitu kota Bandung.
Dering handphone ku berbunyi, Trisna menelponku dia pamit untuk pulang ke Bandung, akupun langsung bergegas menutup telpon dan langsung menghampiri Trisna serta mengajaknya ke suatu tempat yang mana ditempat tersebut adalah tempat kita selalu bermain bersama yaitu ke sebuah air terjun dekat dengan kebun teh yang indah sejuk dan tenang, disana kita sempat berjanji tidak akan ada yang ditutup-tutupi semua tentang kita, disana kita bermain, mengambil gambar kita, kemudian Trisna pamit pulang ke Bandung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H