Nilai jualnya dapat dihitung, jika harga hasil produksinya melampaui garis standar pengeluaran pembelian makanan, atau memenuhi kebutuhan kilokalori per kapita maka yang bersangkutan tak layak dikategorikan sebagai orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan makanannya.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa beberapa masyarakat lokal tidak mampu memproduksi makanan tetapi tidak sedikit yang menghasilkan makanan secara besar-besaran. Nah, inilah yang seharusnya dilihat dengan cermat oleh pemerintah, berapa banyak masyarakat yang produksi, berapa banyak yang tidak produksi.
Kemudian pemerintah perlu mencermati bagaimana pengelolaan makanan (food processing) untuk memenuhi standar kebutuhan nilai gizi. Jika masyarakat tidak mampu mengelola makanan untuk memenuhi kebutuhan nilai gizi rumah tangga maka program bantuan sembako seperti beras dan minyak goreng sangatlah tidak tepat.
Program bantuan sembako seharusnya diperuntukkan bagi mereka yang tidak mampu memproduksi makanan (food production) tetapi penyebab tidak mampu memproduksi makanan harus diketahui.Â
Jika persoalannya tidak memiliki lahan, dapat diterima tetapi persoalannya adalah malas-malasan maka program bantuan bentuk apapun tidak layak.
Persoalan semacam ini hanya dapat diintervensi dengan pendidikan non formal yang bersifat vokasi dan kontekstual karena pendidikan formal kita tak mampu menjawab persoalan mendasar ini.
Pendidikan yang dimaksud untuk melatih masyarakat mengenal jati diri mereka, mengenal potensi mereka, mengelola dan menghasilkan makanan dari apa yang mereka miliki.
Inilah yang kemudian lahirlah Sokola Institut. Ada Sekolah Pagesangan, Sekolah Anak Alam Jogja, Lakoat Kujawas dan masih banyak lagi sekolah non formal, komunitas, perkumpulan yang berurusan dengan budaya, kearifan lokal, pangan lokal untuk mengembangkan pendidikan kontekstual.
Kebutuhan dasar bukan makanan seperti perumahan, pendidikan dan kesehatan akan memiliki tempat istimewa pada tulisan selanjutnya.
Salam!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H