"Bagi saya pengumuman ini menjadi signifikan untuk menekankan ulang bahwa aspirasi merdeka itu hidup, ia tidak mati, malah semakin menguat." Kata Elvira.
Namun deklarasi ULMWP tersebut tidak mendapat dukungan dari kelompok militer Organisasi Papua Merdeka (OPM). Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat menolak pernyataan dari ULMWP secara tegas.
Secara garis besar, penolakan terhadap Deklarasi ULMWP atas dasar Benny Wenda membuat deklarasi pemerintah sementara Papua Barat di negara lain, lagipula, Benny Wenda bukan Warga Negara Indonesia melainkan Warga Negara Asing.
Menurut hukum internasional, Benny Wenda tidak layak didaulat sebagai presiden untuk Papua Barat. Juga, menurut prinsip-prinsip revolusi kemerdekaan Papua Barat, hanya dideklarasikan di Papua Barat. Jika dilakukan di negara asing maka deklarasi tersebut tidak dapat diakui.
Penolakan OPM terhadap deklarasi pemerintah sementara tersebut merupakan buah dari kecurigaan terhadap Benny Wenda yang mungkin hanya bekerja bagi kepentingan kapitalis asing di Uni Eropa, Amerika dan Australia.Â
Lebih dari itu, penolakan tersebut bisa bersifat politis. Ketika para intelektual Papua merasa bahwa deklarasi tersebut memiliki kekuatan, OPM malah tidak senang dan memilih menolak. Artinya ada kecurigaan bahwa agenda politik jabatan atau kekuasaan membayangi upaya kemerdekaan Papua.
Jika benar demikian, untuk apa Papua merdeka?
Soal referendum Papua Barat, penulis tidak ingin berkomentar tetapi adanya kecurigaan terhadap kemungkinan campur tangan kapitalisme asing dan agenda politik kekuasaan dibalik perjuangan Papua Merdeka membuat saya bertanya untuk apa Papua merdeka?
Karena perjuangan kemerdekaan Papua tidak semata-mata faktor sejarah tetapi adanya kapitalisme dan penyalahgunaan kekuasaan di bumi Papua yang menjadi pembakar semangat mati-hidup tokoh-tokoh Papua tak henti-hentinya menggaungkan referendum.
Tidak seimbangnya sumbangsih hasil bumi tanah Papua dengan pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia di Papua merupakan eksploitasi yang dinahkodai oleh para kapitalis asing dan dalam negeri. Militeresmi dan pelanggaran HAM yang tak kunjung usai pun merupakan penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah.
Oleh karena itu, perjuangan referendum Papua semestinya tidak melibatkan campur tangan asing dan kepentingan-kepentingan politik kekuasaan. Terlepas dari kemungkinan tidak adanya peluang merdeka, jika perjuangan referendum tidak melihat hal tersebut maka kebebasan yang selama ini orang Papua impikan tidak akan terwujud jika dikemudian hari semesta menyetujui kemerdekaan bagi orang Papua.