Sebuah artikel berjudul Sensitivitas Beragama di Prancis menceritakan tentang asal mula kultur anti-agama. Menurutnya, kultur anti-agama ini telah ada sejak abad ke 18, yang mana saat itu Perancis menganggap agama sebagai sumber perang dan sumber kesulitan sosial.
Agama dianggap sebagai masalah pribadi sehingga simbol-simbol agama tidak diperkenankan untuk digunakan di depan publik. Misalnya jilbab, cadar dan kalung salib (Rosario). Prancis terkenal dengan moderatnya yang mendukung kebebasan berekspresi. Bahkan dulu, Majalah Charlie Hebdo selalu menerbitkan kartun satire terhadap simbol-simbol agama.
Pada 7 Januari 2015, tiga orang pria bersenjata diidentifikasi sebagai kelompok Al-Qaeda melakukan penyerangan di kantor Charlie Hebdo dan menewaskan kurang lebih 12 orang dan 5 orang mengalami luka serius. Ketiga pria bersenjata tersebut dilaporkan meneriakkan "kami telah membalaskan dendam Nabi Muhammad" di saat melakukan serangan.
Berdasarkan teriakan tersebut, insiden tersebut diduga sebagai balasan terhadap kartun satire terhadap simbol-simbol agama Islam seperti Nabi Muhammad juga terhadap kaum ekstrimis Islam.
Pasca insiden tersebut, sensitivitas agama mulai nampak. Partai National Front yang dipimpin oleh Marie Le Pen mulai membuat program politik untuk membatasi bahkan memulangkan imigran di Prancis. Sementara mayoritas imigran Prancis adalah kaum muslim.
Karena sensitivitas agama tersebut, apapun yang akan dikatakan mengenai agama akan menjadi sorotan media. Bahkan, Paul Pogba yang tidak terlibat dalam kontroversi inipun diseret masuk.
Klarifikasi Pogba
Klarifikasi Pogba sangat penting dan patut diapresiasi. Selain mengungkapkan kebohongan media, ia menunjukkan ketidakterlibatannya dalam kontroversi semacam itu, terutama yang mengatasnamakan agama atau yang berbau rasisme.
Hal-hal yang bersifat SARA dan politis semacam ini dalam dunia sepakbola berpotensi merusak profesionalisme pemain, pelatih dan klub terutama masa depan seorang pemain sepak bola.
Seperti yang sedang dialami oleh Mezut Ozil, gelandang Arsenal. Pada musim ini ia dicoret dari skuat The Gooners. Tidak sedikit orang yang menduga bahwa dukungannya kepada kaum muslim Uighur di China lah yang menjadi penyebab dirinya didepak oleh tim asal Kota London itu.
Dilansir dari BBC News, pada Desember lalu, Ozil, yang merupakan seorang Muslim keturunan Turki merilis sebuah postingan di media sosial yang menyebut Uighur sebagai "pejuang penentang penganiayaan" dan mengkritik China yang dianggap memperlakukan muslim Uighur secara tidak adil.