Hari ini, 15 Oktober, ditetapkan sebagai Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia / Global Handwashing Day (GHD). Hari besar internasional ini dicetuskan oleh Global Handwashing Partnership (GHP) dengan beberapa organisasi seperti UNESCO dan Unilever pada bulan Agustus 2008 di Swedia dalam suatu acara tahunan tepatnya di Stockholm.
Pada tahun itu pula, majelis Umum PBB menetapkan tanggal 15 Oktober sebagai hari terbaik untuk perayaan pertama kalinya. Kemudian perayaan pada tahun-tahun berikutnya tidak berubah hingga saat ini, 15 Oktober 2020 adalah perayaan Global Handwashing Day yang ke-12.
Pencetusan GHD bertolak dari tingginya angka kematian anak-anak akibat berbagai jenis penyakit pernapasan seperti flu, batuk dan diare. Dilansir dari Halodoc.com, penyakit-penyakit tersebut disebabkan oleh bakteri dan virus yang dapat menempel di tangan, lalu masuk ke dalam tubuh melalui anus, mulut dan hidung.
Berdasarkan data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Amerika Serikat (CDC) juga menunjukkan bahwa lebih dari 80 persen penyakit infeksi ditularkan melalui tangan.
Dilansir melalui CNN Indonesia, Husein Habsyi, seorang ahli kesehatan masyarakat mengatakan bahwa terdapat jutaan bakteri yang dapat menempel di tangan manusia. Diperkirakan setiap 1 cm persegi kulit tangan terdapat 1.500 bakteri.
Meski tak semuanya menyebabkan penyakit, beberapa bakteri yang menempel di tangan sangat berbahaya bagi manusia terutama anak-anak. Sehingga langkah antisipasi terbaik adalah rajin cuci tangan menggunakan sabun setelah berinteraksi dengan orang lain, atau memegang sesuatu yang kotor.
Mencuci tangan pakai sabun sangat penting karena terjadi kombinasi antara air dan molekul sabun yang menciptakan gelembung-gelembung sabun untuk menganggu ikatan kimia bakteri atau virus dan melukainya. Bakteri dan virus yang terluka oleh sabun akan hanyut terbawa oleh air dan membebaskan tangan dari berbagai macam kuman.
Namun, tahukah anda, praktek cuci tangan ini pernah ditolak lebih dari satu abad.
Pertama kali diperkenalkan oleh Dokter Hongaria, Ignaz Semmelweis yang bekerja di Vienna General Hospital di Austria. Bermula dari angka kematian akibat demam nifas pasca melahirkan yang ditangani bidan lebih kecil dari pasien yang ditangani dokter.
Kejadian yang menimbulkan tanda tanya ini diteliti oleh Semmelweis. Ia menguji sejumlah hipotesis untuk mengetahui penyebab demam nifas pada perempuan pasca melahirkan.