Apakah dokumen-dokumen penting yang berkaitan dengan kasus-kasus tersebut masih bertahan ditengah kobaran api dan siraman air selama 12 jam?
Sabtu, 22 Agustus 2020, tepatnya pukul 19.00 WIB, para pengguna jalan Sultan Hasanuddin Dalam, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan sontak berhenti melihat si jago merah yang perlahan melahap Gedung Kantor Kejaksaan Agung.
Jalanan ditutup, mobil pemadam kebakaran dan personel yang dikerahkan ke Tempat Kejadian Perkara (TKP). Mereka membutuhkan waktu hingga 11 jam sampai dengan pukul 06.00 pagi WIB untuk mengendalikan api yang melahap habis 6 lantai.
Ruang kerja Jaksa Agung dan Wakil; ruang kerja Jaksa Agung Muda Intelijen; ruang kerja Jaksa Agung Muda Pembinaan; ruang kerja pembinaan dan ruang kerja lobi dilaporkan sebagai korban dari anala yang belum diketahui dari mana asalnya.
Jantung publik Indonesia seakan terhenti melihat kejadian tersebut ramai diberitakan oleh media massa dan pengguna jalan yang mendadak menjadi jurnalis warga di media sosial. Ada kekuatiran berlebih terkait dengan masalah-masalah mega yang sedang ditangani oleh kejagung.
Bagaimana dengan dokumen-dokumen penting yang akan digunakan dalam penyelesaian masalah? Apakah dipahat pada sebuah besi atau batu yang tidak bisa terbakar? Atau pada secarik kertas yang hancur terkena air sekalipun?
Saat ini, Kejagung tengah menyelidiki keterlibatan orang lain pada kasus korupsi Jiwasraya yang diduga merugikan negara sebanyak 16 Triliun rupiah. Para pejabat OJK dan beberapa karyawan Jiwasraya sudah diperiksa, sementara yang lain dalam proses penyelidikan.
Selain itu, Kejagung sedang menangani kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pembiayaan dari PT Danareksa Sekuritas ke PT Evio Sekuritas tahun 2014-2015.
Juga, kasus dugaan korupsi importasi tekstil pada Dirjen Bea dan Cukai pada 2018-2020. Kejagung sedang menetapkan empat tersangka yang diduga merugikan negara sebesar 1,6 Triliun rupiah.
Sementara kasus yang menjadi sorotan setelah kebakaran hebat ini adalah kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali yang menyeret Djoko Tjandra. Djoko Tjandra melibatkan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan, Pinangki Sirna Malasari, SH. MH.