Akan tetapi, dalam beberapa tahun terakhir, Malak dan Hetis menjadi polemik baru dalam peternakan sapi di Pulau Timor saat ini. Sapi yang memiliki Malak dan Hetis dinilai dengan jumlah uang yang lebih sedikit dibandingkan dengan sapi yang tidak memiliki Malak dan Hetis.
Para peternak dilema dengan harga jual demikian. Jika mereka tidak menggunakan Malak dan Hetis pada ternak sapi maka konsekuensinya adalah rawan dicuri oleh orang lain. Jika mereka menggunakan Malak dan Hetis maka konsekuensinya adalah sapi dihargai dengan nilai uang yang tidak objektif.
Menurut para pedagang, Malak menimbulkan luka bakar permananen yang dapat menyebabakan harga kulit ternak menjadi lebih murah sehingga wajar jika sapi yang memiliki Malak dihargai dengan murah. Sedangkan Hetis tidak memiliki alasan yang jelas.
Rata-rata harga kulit sapi yang baik berkisar dari 450 ribu -- 600 ribu rupiah jika dihargai 11 ribu - 12 ribu per kilogram. Jika harga sapi yang memiliki Malak dan tidak memiliki Malak memiliki perbedaan yang sangat besar maka jelas bahwa alasan tersebut dipolitisasi demi kepentingan pedagang.
Sesuai dengan pengamatan penulis, hanya sebagian masyarakat yang mengetahui alasan sapi yang memiliki Malak dan Hetis dihargai dengan murah sehingga kesadaran untuk mencegah terjadinya politisasi harga sapi di lapangan pun sangat kecil.
Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu mengambil langkah tepat untuk menyelesaikan polemik ini sehingga tidak ada politisasi harga yang merugikan peternak.
Salam!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H