Durtete melanjutkan gaya otoriternya dalam upaya penanganan Covid-19.
Berita datang dari Filipina bahwa Presiden Rodrigo Duterte memerintahkan kepada aparat kepolisian untuk menembak mati siapapun yang melanggar aturan lockdown yang ditetapkan oleh pemerintah untuk mencegah perluasan pandemi virus corona.
Peringatan tersebut dikeluarkan oleh Duterte lantaran sekelompok masa melakukan unjuk rasa di sebuah kawasan permukiman miskin di Manila yang dianggap melanggar himbauan pemerintah untuk belajar dan bekerja dari rumah.
Penerapan lockdown yang diperketat oleh militer mendapat dukungan moril dari sang presiden untuk menembak mati demostran dan para pembuat rusuh yang mengancam dan membahayakan usaha penertiban lockdown di Filipina.
Rupanya, ancaman tembak mati bukan hanya ditujukan kepada pelanggar lockdown atau demonstran, Durtete juga mengancam akan memberikan hukuman yang keras kepada siapapun yang menyerang dokter atau petugas layanan kesehatan lainnya.
Ancaman Durtete merupakan taktik otoriter yang merupakan identitas kepemimpinannya untuk menghentikan laju penyebaran Covid-19 di Filipina yang sudah menginfeksi 3018 orang dan 136 orang diantaranya meninggal dunia.
Tentunya, ancaman ini bukan sebatas ancaman untuk tidak diindahkan atau disepelekan karena kebiasaan dan wataknya yang kontroversial dengan gaya bicara ceplas-ceplos dan seringkali disertai dengan beberapa makian atau kata-kata kotor.
Tetapi, pengakuan Durtete yang mengatakan bahwa ia terlibat dalam pembunuhan ribuan pembuat kejahatan di Filipina tentu menjadi alasan bahwa ancaman tembak mati yang dikemukakan adalah ancaman serius.
Keterlibatan dirinya dalam beberapa pembunuhan telah dikonfirmasi oleh Durtete kepada BBC termasuk penembakan tiga pria yang dicurigai melakukan penculikan dan pemerkosaan terhadap seorang perempuan ketika ia masih menjabat sebagai walikota Davao.Â
Menurut Durtete, penembakan yang dilakukan terhadap tiga orang pria tersebut adalah untuk menunjukkan kepada aparat kepolisian bahwa ia bisa melakukannya seorang diri, lalu mengapa polisi tidak bisa?