Mewabahnya Covid-19 di beberapa negara hingga Indonesia memaksa pemerintah meliburkan semua institusi termasuk sekolah, bekerja dan belajar dari rumah.
Liburan ini bertujuan untuk mengurangi kerumunan banyak orang yang memungkinkan adanya kontak fisik lebih banyak dan memperluas penyebaran SAR-CoV-2 yang begitu cepat.
Artinya, wajib belajar tetap dilakukan setiap sekolah dengan metode online. Guru diizinkan untuk pergi ke sekolah setiap harinya untuk memfasilitasi anak-anak terus belajar dari rumah.
Bukan hanya itu, pemerintah bekerjasama dengan Telkomsel dan membagikan 60 GB kuota internet untuk dapat mengakses materi pembelajaran dari aplikasi Ruang Guru dan Ilmupedia secara gratis.
Terlepas dari efektif dan tidak efektifnya kegiatan belajar mengajar online dan kuota internet yang disediakan pemerintah, beberapa sekolah sudah menerapkannya. Betapa tidak, fasilitas mereka sangat mendukung kegiatan belajar mengajar online atau setidaknya memadai untuk menerapkan sistem belajar ini dalam 14 hari ke depan.
Di sisi lain, beberapa anak sekolah sudah mengenal android dan internet bahkan bisa dikatakan "jago" dalam mengoperasikan komputer dan mengakses informasi dari Mbah Google.
Latar belakang orang tua pun mendukung dalam pemantauan penerapan sistem belajar ini. Bukan hanya menyediakan android atau komputer untuk anak-anaknya tetapi mengawasi anak-anaknya dalam belajar.
Penulis tergerak untuk menulis artikel ini ketika salah satu teman saya memberitahukan kepada saya bahwa hanya anak-anak yang diliburkan sedangkan guru-guru tidak.
Setelah saya mencari tahu alasannya, ternyata guru tetap hadir di sekolah untuk mengajar secara online. Saya pun bertanya kepada teman saya, untuk apa kita ke sekolah? Mengajar online? Teman saya membalas dengan tawa kecil.
Ketika sekolah-sekolah di kota atau yang sudah lengkap dengan fasilitas-fasilitasnya dengan mudah menerapkan sistem belajar online sedangkan sekolah-sekolah di kampung hanya dilengkapi dengan meja kursi yang pincang.
Ketika anak-anak di kota sudah menjadikan android sebagai teman bermain, anak-anak di kampung masih bermain kelereng dan congklak untuk bisa punya teman.