Jangan salah menggunakan istilah WNI eks-ISIS atau ISIS eks-WNI
Wacana pemulangan ratusan anggota ISIS dari Timur Tengah ke Indonesia menjadi topik trending di media massa maupun media sosial. Tak sedikit orang yang mengusulkan pendapatnya kepada pemerintah dalam pengambilan keputusan.
Ada usulan penolakan maupun peneriman. Usulan penolakan mempertimbangkan orang-orang yang telah menjadi korban pembantaian ISIS sedangkan usulan penerimaan mempertimbangkan anggota ISIS yang menjadi korban tipuan dan sebagainnya dengan syarat.
Apakah pemerintah Indonesia akan menolak atau menerima anggota ISIS yang hendak kembali ke tanah air? Sejauh ini, indikasi penolakan oleh pemerintah masih menguat.
Ditengah wacana tersebut, penyebutan WNI eks-ISIS atau ISIS eks-WNI dari pihak istana, awak media dan banyak masyarakat Indonesia sempat membuat bingung. Memang, rasanya, arti dari kedua istilah ini sama tetapi sebetulnya memiliki makna yang berbeda.
Saya bukan ahli bahasa untuk membenarkan atau menyalahkan salah satu dari istilah ini. Pada artikel ini saya hanya menjelaskan makna dari kedua istilah tersebut.
Makna kata "eks"
Eks atau Ex berarti 'bekas'. Kata bekas berasosiasi dengan 'rongsokan', 'sisa', 'sesudah dipegang, diinjak, dilalui dan semacamnya'. Karena itu, kata bekas ini sangat tepat jika digunakan dalam penyebutan benda mati. Jika kata bekas digunakan untuk manusia, dipastikan akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
Dalam majalah Pembinaan Bahasa Indonesia tahun 1984, Ahmad Bastari Suan, mengusulkan kata mantan sebagai pengganti kata bekas ('eks') yang dianggap kurang pantas dan bernilai rasa rendah.
Akan tetapi, penggunaan kata 'eks' kepada manusia tak terbendung. Misalnya eks bupati, eks gubernur dan sebagainya. Rupanya kata 'eks' ini juga banyak diartikan dengan kalimat 'pernah menjadi'.