Sistem religi dan kepercayaan Suku Dawan (Timor) diyakini menganut prinsip Henoteisme.
Agama Tradisional di Nusantara
Sebelum agama Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Buddha, Konghucu masuk ke Nusantara (Indonesia), beberapa agama tradisional sudah dianut oleh masyarakat Indonesia.
Agama tradisional Nusantara disebut mengangap bahwa alam sebagai subjek. Artinya, alam seakan-akan mempunyai jiwa, makhluk yang berpribadi dan menempatkan alam sebagai subjek atau “personal”.
Misalnya Suku Toraja memiliki agama tradisional yang percaya bahwa manusia, kerbau, ayam, kapas, hujan, besi, bisa, dan padi sebagai unsur dasar dari alam ini, dibuat dan diturunkan dari langit.
Selain itu, Sumba masih menganut Marapu, dimana mereka percaya bahwa kehidupan di dunia ini hanya sementara dan bahwa setelah akhir zaman mereka akan hidup kekal di dunia roh, yaitu di surga Marapu yang dikenal sebagai Prai Marapu.
Dan masih banyak lagi seperti Kejawen di Jateng dan Jatim, Naurus di Maluku, Parmalim di Sumatera Utara, Kaharingan di Kalimantan dan masih banyak lagi.
Agama Tradisional di Suku Dawan (Timor)
Jauh sebelum kekristenan menguasai tanah Timor, Suku Dawan bukan kaum ateis, Suku Dawan memiliki kepercayaan tersendiri yang disebut sebagai "Halaika". Meminjam istilah penulis Yahudi Philo dari Alexandria, Halaika disebut sebagai agama yang menganut paham Politeisme.
Halaika merupakan bentuk kepercayaan Suku Dawan yang mengakui dua Dewa (Tuhan) yaitu Uis Neno dan Uis Pah. "Uis" berasal dari kata "Usif" yang berarti Tuan atau Tuhan, "Neno" berarti Langit dan "Pah" berarti Bumi. Secara harafiah, Uis Neno berarti Tuhan di langit dan Uis Pah berarti Tuhan di bumi.
Uis Neno atau Tuhan di langit dipercaya oleh Suku Dawan sebagai Allah Bapak (Am Usi) yang merupakan penguasa kehidupan (alam baka), menciptakan dan memeliharanya. Hidup dan matinya seorang manusia berada di tangan Uis Neno sekaligus menentukan manusia bisa masuk surga atau neraka berdasarkan perbuatannya di dunia.