Amandemen UUD 1945 untuk mengembalikan GBHN menuai pro-kontra setelah isu perombakan pasal yang mengatur tentang masa jabatan presiden dan wakil presiden serta mekanisme pemilihan presiden. Tuduhan kepada para politisi datang dari berbagai elemen tapi rupanya sejumlah partai politik pengusung "mencuci tangan" berlaku seolah-olah tak tahu. Apakah ada "U" dibalik wacana ini?
Wacana amandemen UUD 1945 menjadi topik hangat yang sedang diperdebatkan karena mendapatkan banyak persetujuan dari pemerintah. Adapun tujuan utama amandemen UUD 1945 adalah untuk mengembalikan Garis Besar Haluan Negara (GBHN) ke MPR atau kekuasaan tertinggi negara berada di tangan MPR.
Wacana tersebut terus bergulir hingga saat ini. Namun, wacana tersebut tiba-tiba menuai polemik dan pro-kontra setelah beredar isu revisi masa jabatan presiden dan mekanisme pemilihan presiden.
Dalam Bab III pasal 7, presiden dan wakil memegang jabatan selama 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan. Artinya bahwa presiden dan wakil presiden hanya boleh menjabat sebanyak dua periode.
Sedangkan dalam usulan revisi, presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama 7 atau 8 tahun dan sesudahnya tidak dapat dipilih kembali. Usulan lain mengatakan bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk dua kali masa jabatan atau boleh menjabat sebanyak tiga periode.
Untuk mekanisme pemilihan presiden dalam Bab III pasal 6A, presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat sedangkan dalam usulan revisi, presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan oleh MPR seperti pada masa sebelum reformasi.
Akan tetapi, sebagian besar partai politik menolak usulan tersebut. Gerindra, PKB, PPP, PDI-P, PAN, PKS dan Demokrat menolak usulan perubahan masa jabatan presiden sedangkan NasDem dan Golkar masih mempertimbangkan. Khususnya untuk usulan pemilihan presiden oleh MPR ditolak oleh semua fraksi.
Lantas darimanakah wacana tersebut? Dan apakah ada kepentingan dibalik amandemen UUD 1945?
Dalam pidato pertamanya pada saat Rapat Paripurna penetapan dan pelantikan Pimpinan MPR ketua MPR RI, Bambang Soesatyo menjadikan amandemen UUD 1945 sebagai salah satu program kerja MPR periode 2019-2024.
"MPR menjadi lembaga yang komunikatif bagi para anggotanya, terutama dalam menyikapi kebutuhan amendemen Undang-Undang Dasar 1945. Tentunya, pilihan atas itu harus mengedepankan pada rasionalitas dan konsekuensi," kata Bamsoet dalam rapat paripurna di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/10/2019).
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan bahwa sejak awal dia sudah melihat kalau Bamsoet berada di gerbong beberapa tokoh politik yang menginginkan adanya amandemen terhadap UUD 1945, hal yang juga menjadi misi dari PDIP sejak lama. Ia pun mempertanyakan misi Bamsoet yang belum menampung aspirasi rakyat.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!