Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Koruptor itu Tidak Manusiawi, Jangan Berikan Grasi

27 November 2019   18:29 Diperbarui: 27 November 2019   18:45 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | Litigasi

Korupsi berasal dari bahasa Latin "coruptio" dan "corruptus" yang berarti kerusakan atau kebobrokan. Sedangkan dalam bahasa Yunani "corruptio" berarti perbuatan yang tidak baik, buruk, curang, dapat disuap,tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar norma-norma agama, materil, mental, dan umum.

Berdasarkan pemahaman Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 pasalnya yang kedua yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, Korupsi merupakan tindakan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri/orang lain (perseorangan atau sebuah korporasi), yang secara langusng maupun tidak langsung merugikan keuangan atau prekonomian negara, yang dari segi materiil perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan masyarakat.

Oleh karena itu, secara moral, korupsi tidak dapat diterima dalam sebuah masyarakat yang beradab. Siapapun dia, harus dihukum setimpal dengan perbuatannya. Bahkan, di negara lain koruptor dirajam dan dihukum mati.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan enam dampak sosial dari korupsi. Salah satunya adalah meningkatkan kemiskinan pada sebuah negara. Kemiskinan yang dimaksud adalah kemiskinan absolut, relatif, kultural dan struktural yang tercipta dari morat-maritnya pertumbuhan ekonomi.

Secara tidak langsung, korupsi memberikan dampak yang mengerikan terhadap angka kemiskinan. Korupsi menyebabkan ketidakberdayaan seseorang atau sekelompok masyarakat untuk keluar dari kemiskinan.

Selain itu, korupsi memberikan dampak negatif terhadap budaya. KPK menyebut mayoritas masyarakat Indonesia cenderung masih permisif dengan korupsi. Bahkan tidak memberikan sanksi sosial atau hukum yang memberatkan para koruptor.

Contoh nyatanya adalah Setia Novanto yang sudah beberapa kali berpelesiran padahal ia dihukum 15 tahun penjara akibat korupsi dana e-KTP. Saat ini, Jokowi pun menguatkan pendapat KPK dengan memberikan keringanan kepada Annas Maamun.

Apakah kita menganggap korupsi sebagai kejahatan tidak berbahaya? Apakah kita menganggap korupsi bukan kejahatan terhadap kemanusiaan? Mereka yang tak berdaya membayar pajak dengan rutin tetapi mereka masih hidup dalam belenggu kemiskinan.

Ingat! Korupsi adalah tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Sekali kita menghabiskan jutaan, miliaran dan triliunan rupiah untuk diri sendiri, kita mengurung banyak orang untuk tidak mendapatkan makanan, tempat tinggal, pakaian dan pendidikan yang layak. Itu jahat.

Koruptor itu tidak pernah mempedulikan sisi kemanusiaan orang-orang miskin di Indonesia. Ia, jika ia memikirkannya, pasti ia tidak terlibat dalam korupsi. Ia lebih mementingkan kepentingan dirinya dari pada masyarakat. Ia lebih memilih tinggal dengan fasilitas lengkap, makan minum serba kelebihan daripada memperhatikan mereka yang tinggal di kolong jembatan, makan seadanya bahkan kadang tidak makan dalam sehari.

Lalu, kita memberikan keringanan kepadanya berdasarkan pertimbangan sisi kemanusiaan? Koruptor layak diperlakukan tidak manusiawi karena kejahatannya benar-benar tidak manusiawi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun