Jika anda adalah guru, orang tua atau siapapun anda yang pernah dididik oleh guru, luangkan waktu anda sejenak untuk membaca artikel ini sebagai peringatan hari guru.
Guru Di Mata Hirohito
Ketika dua kota di Jepang Hiroshima dan Nagasaki dihancurkan oleh tentara sekutu dengan dua buah bom atom, Jepang seakan lumpuh tak berdaya. Pasalnya pemboman yang terjadi pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 menewaskan 129.000 dan 226.000 orang, tidak sedikit juga mereka yang terluka akibat kebakaran dan cedera hebat menyusul ke liang kubur, penderita akibat radiasi pengeboman pun tak terhitung jumlahnya.
Para tentara Jepang berlari ketakutan, mereka menghadap Kaisar Hirohito untuk menyembunyikannya karena bagi mereka satu-satunya kekuatan yang masih tersisa adalah ''Dewa Matahari Hirohito".
Hirohito memikirkan hal yang tidak mereka pikirkan. Hirohito tidak memikirkan dirinya bagaimana ia bisa selamat dari gempuran sekutu, Hiroshima dan Nagasaki yang telah hancur dan Tokyo yang hanya menyisakan istana.
"Berapa jumlah guru yang tersisa?"Â Hirohito tiba-tiba bertanya kepada para prajuritnya.
Ditengah kebingungan, para prajurit masih bersikeras untuk menyelamatkan Hirohito tanpa guru-guru yang Hirohito maksud. Mereka berpikir bahwa Hirohito membutuhkan guru untuk selamat adalah hal yang tidak masuk dalam akal sehat manusia.
Oleh karena itu, Hirohito mulai menjelaskan maksud dan tujuannya ia menanyakan guru-guru yang masih tersisa. Saya bayangkan, jika gaya berbicara Hirohito seperti raja-raja yang terdapat dalam beberapa film kerajaan, kira-kira kata pertama yang ia keluarkan seperti ini.
"Diam," mungkin dengan nada yang tinggi dan mata yang tak berkedip melihat para prajuritnya satu persatu. Lalu ia melanjutkan dengan intonasi yang perlahan tetapi membakar semangat para tentaranya.
"Kita telah jatuh, karena kita tidak belajar. Kita kuat dalam perang dan strategi perang. Tapi kita tidak tahu bagaimana mencetak bom yang sedahsyat itu. Kalau kita semua tidak bisa belajar bagaimana kita akan mengejar mereka? Maka kumpulkan dari guru yang masih tersisa di pelosok kerajaan ini, karena sekarang bagi mereka kita akan bertumpu, bukan pada pasukan-pasukan," tegas Hirohito.
Bayangkan, begitu pentingnya seorang guru di mata Hirohito. Di saat tidak ada yang memikirkan nyawa mereka; di saat tidak ada yang mempedulikan mereka; di saat tidak ada yang menanyakan keberadaan mereka, Hirohito memikirkan mereka; mempedulikan mereka dan menanyakan keberadaan mereka.