Ibarat sepakbola, saat ini Prabowo memainkan pertandingan persahabatan. Akan tetapi, Amien Rais hanya menghiasi bangku cadangan. Seberapa kejamnya Prabowo?
Masih ingatkah dengan peristiwa konflik Antonio Conte dengan Diego Costa? Antonio Conte yang dipercaya melatih Chelsea menjadikan Diego Costa sebagai salah satu predator paling ganas yang dimiliki Chelsea.
Bersama Chelsea, ia memenangkan 3 trofi dan salah satunya bersama Antonio Conte pada musim 2016/2017. Diego Costa merupakan salah satu striker yang diandalkan untuk membongkar pertahanan lawan. Terbukti, meski tidak meraih sepatu emas, Diego Costa memborong 20 gol dalam musim tersebut.
Akan tetapi, sebelum Chelsea keluar sebagai juara, Conte dan Costa berseteru. Kala itu, Chelsea berhadapan dengan Leicester City. Costa dengan ambisi menambah pundi-pundi golnya untuk berebut sepatu emas dengan Hary Kane harus ditarik keluar oleh Conte. Costa yang tidak menerima keputusan Conte dan menunjukkan gestur tubuh yang tidak menarik untuk dilihat.
Rupanya, keadaan tersebut terus memanas. Akibatnya, pada musim berikutnya dalam pertandingan Perebutan Trofi Community Shield 2017 bahkan sepanjang musim 2017/2018, Costa hanya menghiasi bangku cadangan bahkan dikatakan cadangan mati karena tidak memainkan satu pertandingan pun.
Sebenarnya yang membuat Conte melakukan demikian adalah kata-kata Costa yang mengatakan bahwa Conte tidak memiliki Kharisma pelatih. Kata-kata tersebut memang pedis dan menyayat hati.
Bagaimana dengan posisi Amien Rais?
Amien Rais adalah salah satu personil yang bergabung dalam misi Prabowo merebut posisi kepresidenan. Mantan ketua MPR ini merupakan salah satu kekuatan Prabowo Subianto dalam kontestasi pilpres 2019. Bahkan Prabowo Subianto kalah telak dalam perhitungan suara, Amien Rais masih diandalkan dengan kekuatan People Power yang diusung.
Pengalaman Amien Rais memimpin aktivis dalam peristiwa mengakhiri kekuasaan orde baru pada tahun 1998 memang diwaspadai.
Terlihat sekali, Prabowo Subianto diam dan bertindak dibalik layar dan yang bertugas memainkan semua rencana adalah Amien Rais dkk.
Ibarat dalam tim sepakbola, Amien Rais, Eggi Sudjana, Kivlan Zein dan lainnya bertindak sebagai pemain andalan. Rupanya, khusus ketiga nama yang saya sebutkan di atas adalah striker-striker yang diandalkan untuk membongkar pertahanan lawan politik. Sedangkan mantan Komandan Kopassus ini bertindak sebagai pelatih yang lebih banyak mengamati.
Amien Rais, Eggi Sudjana dan Kivlan Zein memang memiliki pengalaman dan kekuatan tersendiri yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
Akan tetapi, lawan politik memiliki tim yang kuat. Jokowi yang bertindak sebagai pelatih memanfaatkan posisi kepresidenannya dengan menempatkan bek-bek tangguh yang susah ditembus oleh bomber kubu Prabowo-Sandi.
Kepolisian Republik Indonesia yang bertindak sebagai wasit melihat permainan kedua tim tersebut di injury time sangat berbahaya. Tim dari kubu Prabowo-Sandi yang dipimpin oleh Amien Rais lebih banyak memainkan gaya permainan yang keras.
Akibatnya, wasit tak tanggung-tanggung memberikan kartu merah kepada Eggi Sudjana dan Kivlan Zein. Bahkan, kartu kuning kepada Amien Rais.
Baca: Eggi Sudjana Tersangka, People Power Tamat, Tarik Ulur Politik Berlanjut
Hal ini membuat strategi permainan kubu Prabowo-Sandi berubah dan memainkan sepakbola normal.
Pertandingan terus berlanjut, babak yang paling banyak diharapkan adalah babak sengketa di Mahkamah Konstitusi. Prabowo Subianto kini tidak mengandalkan Amien Rais dkk yang sudah memperoleh kartu merah dan kuning.
Kubu Prabowo-Sandi memasukan Bambang Widjojanto dkk untuk membongkar pertahanan lawan politik. Bambang Widjojanto dkk memainkan gaya permainan Counter Pressing dan Jogo Bonito untuk memenangkan pertandingan ini.
Akan tetapi, lawan yang menerapkan permainan total football dan Kick and Rush mematikan strategi mereka dan tidak efektif sama sekali.
Baca:Â "Counter Pressing dan Jogo Bonito" Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi yang tidak efektif
Setelah berulang-ulang kebobolan dan segala strategi yang tidak efektif, dunia sepakbola politik semakin memanas dan terancam pecah.
Bahkan setelah pertandingan, Prabowo Subianto tidak memberikan selamat kepada pemenang. Pengamat menilai hal tersebut bisa merusak kestabilan dan eksistensi dunia sepakbola politik.
Benar, hal tersebut dirasakan oleh Prabowo. Ia harus mengambil keputusan. Kali ini, ia memainkan pertandingan persahabatan.
Bertemu dengan Jokowi di MRT dan kini menengok Megawati di kediamannya.
Menarik, kali ini skuatnya tidak diisi oleh Amien Rais dkk yang diandalkan selama ini. Ia memasukan pemain-pemain baru. Baginya pertandingan persahabatan lebih penting untuk kestabilan tim dan memberi nuansa baru dalam sepakbola politik.
Bahkan, Amien Rais diposisikan sebagai cadangan mati yang tidak memiliki peran apa-apa dalam pertandingan persahabatan ini.
Surat Prabowo Subianto kepada Amien Rais diibaratkan sebagai pesan untuk dirinya diistirahatkan dan memainkan pemain yang lain. Melalui komentarnya, Amien Rais tidak setuju dengan keputusan Prabowo.
Komentar-komentar seperti Kok nyelonong? Dan Enggak ditawarin, tapi minta-minta merupakan komentar yang pedis dan menunjukkan perang dingin antara dia dan Prabowo.
Prabowo tidak mempedulikan hal tersebut, kini ia terus memainkan strateginya. Setelah bertemu dengan Jokowi, kini bertemu dengan Megawati. Dimanakah Amien Rais? Kursi cadangan.
Amien Rais mengikuti jejak Diego Costa yang membuat pelatihnya sakit hati. Akibatnya, Conte tidak memberikan kesempatan kepadanya hingga kepindahannya ke Atletico Madrid.
Seberapa kejamnya Prabowo dengan membuat Amien Rais seperti Diego Costa yang hanya menghiasi bangku cadangan selama satu musim? Tidak, ada hal yang lebih penting daripada Amien Rais.
Apakah benar posisi Amien Rais seperti cadangan mati? Bagaimana dengan lanjutannya? Mari kita menyimak.
Salam!!!
Referensi: Satu, Dua, Tiga, Empat.
Mauleum, Amanuban Timur
24 Juli 2019
Neno Anderias Salukh
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H