Kesaksian ahli Jokowi-Ma'aruf oleh Profesor Eddy di Mahkamah Konstitusi membuat publik terkagum-kagum dengan penyampaiannya yang begitu luar biasa. Penjelasan yang begitu rapi dan masuk akal diwarnai dengan berbagai istilah-istilah asing yang sama sekali tidak dimengerti oleh kaum awam.
Ia juga menceritakan tentang kasus-kasus yang dikaitkan dengan terstruktur, sistematis, dan masif untuk menjawab pertanyaan dari Kuasa Hukum Prabowo-Sandi tentang adakah kasus tindak pidana yang dapat diselesaikan secara cepat dengan syarat minim waktu dan batasan saksi.
Salah satu yang menarik adalah ia menceritakan sebuah putusan pengadilan atas tindakan kriminal di Kamboja oleh Extraordinary Chamber. Pemimpin resim Khmer Rouge memimpin anggotanya melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan, pembunuhan dan penyiksaan selama genosida Kamboja.
Disebutkan, kasus ini berkisar cukup lama tetapi diputuskan untuk memvonis hukuman bagi pelaku seumur hidup melalui waktu sidang kurang dari dua Minggu. Kasus kejahatan terhadap kemanusiaan yang sangat kompleks diselesaikan dalam waktu yang begitu cepat.
Siapa yang Prof Eddy maksud?
Dalam penyampaiannya, Prof Eddy menyebutkan nama Le Duc To sebagai pelaku criminal crime of human rights di Kamboja.
Le Duc To dilahirkan di Phan Dinh Khai, Provinsi Nam Dinh pada tanggal 10 Oktober 1911. Ia adalah adalah seorang revolusioner, jenderal, diplomat dan politisi Vietnam.
Le Duc To juga tercatat sebagai salah satu orang yang membantu berdirinya Partai Komunis Indochina (Vietnam). Pada waktu itu, tahun 1930 Vietnam sedang dikuasai oleh Perancis sehingga Le Duc To berulang kali dipenjarakan oleh pemerintahan Perancis.
Tepat pada tahun 1945, Le Duc To dibebaskan dari penjara . Pasca pembebasannya dari penjara, ia memimpin Front Viet Minh menentang penjajahan Perancis hingga terjadinya kesepakatan Jenewa pada tahun 1964.
Perjuangan-perjuangan inilah yang membawa dia menduduki kursi Perdana Menteri kemudian dinobatkan menjadi penerima Nobel Perdamaian dunia bersama Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hendry Kissinger pada tahun 1973.
Menarik, ia menolak menerima hadiah Nobel Perdamaian tersebut. Alasannya adalah Vietnam belum menemukan kemerdekaan yang sebenarnya.
Ternyata yang dimaksud oleh Prof Eddy adalah bukan Le Duc To tetapi Kang Kek Lew. Melalui media, Prof Eddy telah mengklarifikasinya bahwa ia salah menyebutkan namanya.