Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Mengakhiri Ketertinggalan

16 Juni 2019   19:36 Diperbarui: 5 Juli 2019   19:59 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menghabiskan masa kecilku di dalam gua membuatku tak tahu kehidupan di luar sana. Hutan yang membentang menutupi gua dan padang belantara mengelilingi hutan itupun aku tak pernah melihatnya. Ya, itulah aku.

Suatu hari aku berusaha mencari pintu keluar, mencoba membelah gua yang kusangka tak memiliki lubang keluar. Jari-jemariku sebagai pengganti pahat, pelan-pelan mengais serpihan-serpihan kecil untuk membuat sebuah lubang kecil, agar kalau bisa mata kiriku dapat melihat keluar gua.

Namun, aku tak tahu ada apa dibalik gua itu, aku hanya mencoba untuk melakukan pekerjaan yang sia-sia dan ditertawai oleh mereka yang nyaman dengan impitan gua ini. Aku terus melakukannya. Ya, karena tidak ada pekerjaan lain didalam gua itu selain aku harus menggunakan kuku-kuku jari tangan untuk melubangi batu ini.

Tanpa sadar, kuku-kuku jari tanganku berjatuhan, darah menetes dan mengalir membasahi gua itu. Aku difitnah, diomelin dan diolok-olok melakukan sesuatu yang tidak jelas. Aku menangis. Aku ingin keluar dari gua itu.

Akhirnya, aku berhasil membelah gua itu walau aku harus rela melihat setiap jari-jemariku tanpa hiasan kuku manis. Aku tertawa sambil menangis berteriak melihat terang dalam naungan hutan yang indah dan padang belantara yang memanjakan mata.

Terang itu menembus gua itu melalui lubang kecil yang kuciptakan. Ingin kuhalangi cahaya itu agar jangan menerangi mereka yang memfitnah dan mengolok-olok diriku tetapi aku tidak ingin egois, aku ingin terang itu bercahaya dalam kegelapan gua itu. Aku tidak membalas kejahatan dengan kejahatan.

Sekarang, lubang kecil ini ingin kujadikan jendela dan kalau bisa pintu agar cahaya menembus semua celah dinding gua yang dipenuhi kegelapan.

Malang, 16 Juni 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun