Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

People Power Diganti, Kedaulatan Rakyat untuk Apa?

16 Mei 2019   05:30 Diperbarui: 16 Mei 2019   05:57 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi demokrasi

"Dalam pesta demokrasi, Kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan Hukum memiliki sinergitas yang kuat dan tidak dapat dipisahkan. Ada saat dimana Kedaulatan Hukum harus dilakukan".

Isu penolakan hasil Pemilihan Umum (pemilu) oleh kubu Prabowo-Sandi sudah mendominasi panggung politik di Indonesia pasca pemilu. Dugaan kecurangan yang "masif, terstruktur, sistematis dan brutal" oleh Badan Pemenang Nasional Prabowo-Sandi (BPN) adalah alasan utama mengapa harus ada penolakan terhadap hasil pemilu.

Penolakan terhadap hasil pemilu bukan isu lagi setelah seruan People Power terus didengungkan oleh para politisi BPN. Bukan hanya itu, klaim menang 62% oleh kubu Prabowo-Sandi memastikan bahwa hasil Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan ditolak secara mentah-mentah, mengingat perbedaan hasil antara BPN dan KPU memiliki selisih hampir 16%. Walaupun belum ada pengumuman resmi terkait hasil pemilu tetapi dipastikan hasil KPU tidak akan berbeda jauh dari hasil Quick Count.

Penetapan Eggi Sudjana dkk sebagai tersangka dugaan Makar terkait People Power mengakibatkan persepsi dari masyarakat bahwa People Power akan segera tamat dan juga memiliki kemungkinan sikap penolakan terhadap hasil pemilu pun akan selesai.

Namun, dugaan kecurangan yang terstruktur, sistematis, masif dan brutal sangat kuat sehingga tidak dengan mudah mereka menyerah begitu saja, apalagi dalam beberapa pernyataan, para politisi BPN mengatakan bahwa apapun yang terjadi mereka akan berjuang dan Prabowo Subianto yang akan dilantik pada Oktober nanti.

Memang benar bahwa, penetapan Eggi Sudjana dkk sebagai tersangka mengakhiri seruan People Power apalagi ditambah dengan laporan terbaru yang melaporkan Amin Rais sebagai pelaku dugaan Makar. 

Akan tetapi, gerakan boleh diblok, gerakan boleh disalibkan dan gerakan boleh dibunuh tetapi ideologi tidak bisa diblok, ideologi tidak bisa disalibkan dan juga tidak bisa dimatikan.

Dalam pertemuan seluruh BPN di Hotel Grand Sahid Jakarta, BPN memaparkan data dugaan mengenai kecurangan pemilu 2019. Pertemuan tersebut mengindikasikan bahwa dugaan mereka sangat kuat dan tidak akan menyerah begitu saja terhadap hasil pemilu kali ini.

Dalam kesempatan ini, Prabowo mengatakan bahwa walaupun ia menunggu hasil KPU tetapi ia tidak akan percaya pada hasil tersebut.

"Kami masih menaruh harapan kepadamu (KPU). Tapi sikap saya, yang jelas saya akan menolak hasil penghitungan pemilu. Hasil penghitungan yang curang. Kami tidak bisa menerima ketidakadilan dan ketidakjujuran," kata Prabowo dalam simposium 'Mengungkap Fakta Kecurangan Pemilu 2019' di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Selasa (14/5) kemarin melalui detik.com.

Secara konstitusional, jika terjadi kecurangan dalam pemilu maka dilaporkan kepada Bawaslu dan ditindaklanjuti secara hukum. Selain itu, Mahkamah Konstitusi (MK) yang dipercaya menjadi hakim dalam masalah ini sebagai langkah terakhir mengajukan gugatan terhadap hasil pemilu yang diwarnai dengan berbagai kecurangan.

Akan tetapi, kali ini BPN tidak ingin ada campur tangan MK dalam penyelesaian masalah dugaan kecurangan pemilu. Mereka rupanya kecewa dengan keputusan MK pada Pilpres 2019 yang "menguntungkan Jokowi".

"MK telah berhasil membuat kami tidak memiliki kepercayaan bahwa mereka akan melakukan persidangan secara objektif," kata Juru Kampanye Nasional BPN Muhammad Syafii di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (15/5/2019) melalui detik.com

Lalu apa yang harus mereka lakukan? Lembaga hukum tidak dipercaya, lembaga penyelenggara pemilu tidak dipercaya dan sebagian besar rakyat Indonesia tidak dihiraukan. Mereka menganggap hukum dan konstitusi sudah lumpuh dan tak dapat berbuat apa-apa lagi.

Menurut penulis, pengerahan massa akan dilakukan sebagai solusi terakhir mereka karena itu adalah maksud dari People Power. Namun, seruan People Power dikaitkan dengan makar sehingga People Power diganti dengan kedaulatan rakyat.

"Kita kembali ke Pasal 1 UUD 1945, kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan melalui ketentuan UUD. Lalu kalau sudah dipastikan UU Dasar tidak dilaksanakan, kedaulatan tetap ada di tangan rakyat," ujar Muhammad Syafii melalui detik.com.

Seperti yang sudah saya tuliskan bahwa seruan gerakan People Power boleh berakhir tetapi ideologi pengerahan massa tidak mungkin hilang sehingga seruan gerakan Kedaulatan Rakyat hanya nama tetapi memiliki ideologi yang sama dengan People Power.

Namun, menjadi pertanyaan bagi publik adalah kedaulatan rakyat seperti apa yang dimaksudkan oleh kubu Prabowo-Sandi.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kedaulatan Rakyat berarti kekuasaan tertinggi terletak pada rakyat atau demokrasi. Mekanisme dan proses penyerahan kedaulatan rakyat dapat dilakuakan dengan mekanisme pemilu, sedangkan pemilu tersebut merupakan bagiaan dari suatu demokrasi. Demokrasi telah dilakukan pada tanggal 17 April 2019. Lalu, apakah akan dilakukan pemilu ulang seluruhnya atau pemilu ulang untuk tempat-tempat terjadinya kecurangan?

Dilihat dari ideologi oposisi, "Kedaulatan Rakyat" dilakukan dengan pengerahan massa dan dapat berakibat pada kasus makar. Sedangkan jika ditinjau dari maknanya, kedaulatan rakyat telah dilalui melalui tahapan pesta demokrasi sehingga jika kemungkinan makna kedua yang berlaku maka mungkin bperlu dilakukan pemilu ulang.

Akan tetapi, perlu ada kesadaran bahwa disaat seperti apa ada kedaulatan rakyat dan ada kedaulatan hukum. Menurut penulis, pesta demokrasi harus ada sinergi antara kedaulatan rakyat dan kedaulatan hukum sehingga dugaan-dugaan kecurangan yang dipaparkan oleh kubu BPN seharusnya diserahkan kepada MK karena pada kondisi ini, kedaulatan hukum perlu dilakukan.

Dalam pesta demokrasi, kedaulatan hukum pun tidak semena-mena memanfaatkan kedaulatan dan mengesampingkan kedaulatan rakyat melainkan melalui berbagai pertimbangan untuk tetap menghormati kedaulatan rakyat.

Penghormatan kepada kedaulatan rakyat seperti dilakukan pemilu ulang atau khusus untuk tempat-tempat terjadinya kecurangan. Hal ini sudah terjadi beberapa kali dalam sengketa Pilkada sehingga kedaulatan rakyat menjadi keputusan terakhir.

Kedaulatan Rakyat pun demikian tidak semena-mena memanfaatkan kedaulatan dan mengesampingkan kedaulatan hukum. Kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan Hukum memiliki porsi masing-masing sehingga kedaulatan rakyat tidak dipaksakan untuk menyelesaikan masalah yang seharusnya adalah kedaulatan hukum begitupun sebaliknya.

Namun, terkadang kekuasaan membutakan pikiran dan perasaan sehingga politik di Indonesia ditarik ulur secara terus menerus. Mungkin akhirnya semua kedaulatan lumpuh, baik Rakyat, Hukum dan Negara sekalipun maka kita serahkan pada "Kedaulatan Tuhan".

Salam!!!

Referensi:
Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun