Penetapan Eggi Sudjana sebagai tersangka menyatakan berakhirnya seruan People Power. Akan tetapi, apakah ada tarik ulur dalam politik pilpres di Indonesia?
Usai Pemilu 17 April 2019, publik dihebohkan dengan sebuah pidato yang dilakukan oleh Eggi Sudjana. Pidato ini merupakan tanggapan terhadap hasil quick count dari beberapa lembaga survei yang menyatakan keunggulan kepada pasangan calon presiden dan wakil presiden Jokowi-Ma'aruf.
Dalam pidato tersebut, Anggota Penasihat Alumni 212 ini menduga ada kecurangan yang dilakukan secara masif oleh beberapa kelompok untuk memenangkan Jokowi-Ma'aruf sehingga people power mesti dilakukan sebagaimana yang telah dianalisis oleh Prof. DR. Amien Rais.
People power ini mengundang pro kontra, baik itu di kalangan para politisi dan masyarakat itu sendiri. Dalam beberapa adu argumentasi yang dilakukan dalam acara Mata Najwa, Adian Napitupulu menegaskan bahwa people power sudah selesai yaitu pemilu pada tanggal 17 April lalu kemudian jika ada yang mau melakukan people power, itu bukan people power tetapi itu people ngambek.Â
Ia pun mengatakan bahwa people power dilakukan kecuali seperti yang pernah dilakukan pada tahun 1998. People power dilakukan karena ada kejahatan yang dilakukan oleh pemerintahan terhadap masyarakat, tetapi jika people power dilakukan untuk menolak hasil pemilu maka itu merupakan suatu hal yang keliru atau inskontitusional.
People power pun menjadi topik hangat dalam kalangan masyarakat sendiri pasca pilpres. Masyarakat dibuat bingung bahkan arti dari people power sendiri mereka tidak tahu. Di sisi lain mereka juga tidak tahu mekanisme people power itu, mengapa dan kapan harus dilakukan.
Pendukung Prabowo-Sandi sepertinya diberikan sebuah harapan baru bahwa masih ada jalan lain yang akan ditempuh untuk mencapai kemenangan. Di sisi lain pendukung Jokowi-Ma'aruf bingung dan was-was terhadap kondisi yang sedang memanas, apakah Jokowi-Ma'aruf digeser dengan cara seperti itu? Itulah mengapa people power menjadi topik hangat yang terus dibicarakan.
Berdasarkan laporan detik.com, people power pun dinilai oleh para akademisi yang diwakili oleh salah satu Dosen Udayana Bali, Jimmy Usfunan sebagai sebagai suatu hal yang inkonstitusional karena melawan hasil pemilu. Karena itu People Power tidak perlu dalam sebuah negara demokrasi.
"Jika 'people power' dilakukan guna mengabaikan tahapan-tahapan hukum Pemilu maka mengarah pada tindakan yang inkonstitusional dan mencederai prinsip kedaulatan rakyat itu sendiri," kata Jimmy melalui detik.com.
Detik.com juga melaporkan bahwa pengamat hukum Feri Amsari, Direktur PUSaKO Fakultas Hukum UI menilai jika people power dilakukan karena terdapat kecurangan dalam pemilu maka tidak mampu menyelesaikan sengketa pemilu meskipun kecurangan-kecurangan itu benar-benar terjadi.