Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Terima Kasih Mama

6 April 2019   06:30 Diperbarui: 6 April 2019   06:50 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mama ...
Engkau berjuang menghidupiku ketika aku masih ada dalam rahimmu.
Sembilan bulan aku bahagia di atas penderitaanmu.
Puncak penderitaanmu tepatnya tanggal 06 April 1995.
Semua orang takut menjalani peristiwa itu
Peristiwa yang dianggap sebagai Hitler-nya Indonesia.
Engkau hanya berserah kepada Yang Maha Kuasa.

 Mama ...
Penderitaan itu tidak membuatmu kecewa dan meninggalkankanku.
Penderitaan itu berubah jadi tawa dan senyumman ketika aku melihat dunia yang lebih luas dari rahimmu.
Engkau menyambutku bak seorang raja dan diperlakukan istimewa.
Sampai saat ini aku tidak mengerti maksud dari tawa dan senyumanmu.

Mama ...
Sekarang 24 tahun aku melihat dunia yang lebih luas dari rahimmu.
Engkau mengajarkan aku bagaimana menjalani kehidupan ini.
Engkau membuat aku bertahan melewati semak-semak kehidupan.
Sekali lagi, aku tidak mengerti apa maksudmu.

Mama ...
Aku berterima kasih untuk waktu 9 bulan
Aku berterima kasih untuk beberapa jam puncak penderitaanmu menghadirkan aku di dunia.
Aku berterima kasih untuk 24 tahun kesetiaanmu.
Aku berterima kasih untuk tanggung jawabmu sebagai seorang ibu.

Mama ...
Aku tidak mengerti tawa dan senyumanmu,
Aku tidak mengerti perlakuanmu padaku
Tetapi,
Itulah Kasih.
Kasih seorang ibu yang aku tidak bisa menyelaminya dengan akal sehat ini.

Mama ...
Engkau wanita hebat yang aku miliki.
Engkau membesarkan aku untuk tidak jadi laki yang miskin.
Engkau menjadikan aku laki-laki yang kuat dan berkarakter.
Mama, Engkau ibu yang hebat.

Neno Anderias Salukh

Mauleum-Amanuban Timur, 06 April 1995

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun