Seringkali dalam kehidupan manusia, kita belajar dan terinspirasi dari orang-orang hebat yang terkenal. Kehidupan mereka menjadi panutan bagi kita sehingga tanpa sadar gaya hidup kita mengikuti prinsip kehidupan mereka.
Jarang, kita menemukan orang yang belajar dan terinspirasi dari orang-orang kecil yang sebenarnya memiliki sisi kehidupan lain yang mampu menginspirasi kita.
Namun, melalui tulisan ini saya ingin menceritakan kehidupan seorang petani tua yang sangat menginspirasi. Dia membuat saya terkagum-kagum ketika mendengar cerita perjalanan kehidupannya.
Petani ini bernama Yohanis Tasib, Pendidikan terakhirnya hanya tamat Sekolah Dasar. Setelah menyelesaikan Sekolah Dasar, Ia harus pergi mencari nafkah di Timor Leste (waktu itu masih provinsi Timor Timur) karena orangtuanya tidak mampu menyekolahkan dia ke jenjang yang lebih tinggi.
Di Timor Timur, ia bekerja pada sebuah perusahaan yang bergerak di bidang distribusi sembako. Dalam perjalanannya, tahun-tahun terakhir runtuhnya Orde Baru, kita semua tahu krisis ekonomi saat itu. Harga-harga barang naik, para pengusaha dan investor diizinkan mengendalikan pasar yang sedang tidak stabil.
Yohanis Tasib ini yang akrab disapa Om Hanis dipercaya untuk turun dalam dunia pasar mewakili perusahaan. Namun, krisis yang semakin melonjak, perusahaan harus mundur sehingga Om Hanis pun di berhentikan.
Om Hanis memulai sesuatu yang baru. Berdasarkan pengalaman di pasar selama bekerja sebagai karyawan perusahaan, ia mulai berdagang sembako. Dagangnya berkembang sehingga saat ia memiliki tiga tempat jualan (istilah di timur adalah Kios).
Referendum Timor Timur
Referendum Timor Timur pada tahun 1999 memaksa Om Hanis untuk rela membiarkan usaha-usahanya dimakan api. Kesedihan dan ketakutan menguasai kehidupannya saat itu.
Pro kemerdekaanlah, ia harus kembali ke Kupang hanya dengan sebuah sepeda motor. Rasa trauma masih menjelajahi psikis Om Hanis, niat untuk berdagang lagi seakan tidak ada dalam benaknya.