Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

ISIS Kalah, Waspadai Ideologinya

29 Maret 2019   10:44 Diperbarui: 14 Juli 2019   13:14 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Negara Islam Irak dan Suriah atau yang akrab dikenal dikalangan masyarakat dengan istilah ISIS merupakan gerakan yang mengguncang dan mengganggu keamanan dunia. Kelompok yang dikenal sebagai kelompok ekstrimis ini memulai gerakannya pada tahun 2004 dan menguasai 88.000 km persegi tanah di Irak dan Suriah.

Tujuan mereka menguasai dunia dan mengakui serta menganut ideologi ISIS. Mereka yang memutuskan untuk menganut ideologi ISIS, akan mendapatkan rumah gratis dengan layanan listrik, air bersih, dan kesehatan yang cuma-cuma. 

Utang-utang di negara asal bakal dilunasi, pekerjaan gampang dicari, plus jaminan bahagia dunia hingga akhirat. Meski ISIS dikenal dengan reputasinya yang haus darah dan menakutkan.

ISIS bermula dari timbulnya kebencian di beberapa kalangan komunitas atau kelompok Islam Sunni yang merupakan aliran yang terbesar dari semua denominasi Islam. Islam Sunni diikuti oleh hampir 90% dari umat Muslim di seluruh dunia sehingga gerakan ini timbul akibat dari kehilangan kekuasaan. Daerah-daerah yang didominasi oleh Islam Sunni seperti Levant, Mesopotamia, Balkan, Kaukasus dan sub India Benua telah kehilangan dominasi atau berkurang secara kuantitas.
Kebencian komunitas Islam Sunni ini adalah ingin mengembalikan dominasinya di daerah-daerah tersebut.

Upaya ini merupakan Salafisme (Gerakan Salafi) yang mulai berkembang pada akhir abad ke-19 di Mesir. Selain akibat kehilangan denominasi, juga sebagai bentuk tanggapan terhadap gerakan imperialisme Eropa Barat. Akar dari gerakan ini adalah Gerakan Wahhabi pada abad ke-18.

Salafisme dianggap sebagai hibrida Wahhabisme dan gerakan-gerakan pasca-1960 lainnya. Salafisme telah dengan para Jihadis Salafi yang mendukung Jihad keras terhadap mereka yang dianggap sebagai musuh Islam sebagai ekspresi Islam yang sah.

Jihadisme Salafi ini merupakan sebuah istilah yang dikemukakan oleh Gilles Kepel untuk menggambarkan kelompok Salafisme yang mengklaim diri sendiri yang mulai mengembangkan minat dalam Jihad (bersenjata) selam pertengahan 1990-an.

Sedangkan menurut Mohammed M. Hafez, Jihadisme Salafi adalah "bentuk ekstrim Islamisme yang menolak demokrasi dan pemerintah Syiah".

Berbeda dengan Salafi lainnya, seorang sarjana Saudi, Muhammad Ibnu Uthaymen mengatakan  pemboman bunuh diri merupakan kekerasan yang melanggar hukum. Menarik, Muhammad Nasiruddin al-Albani mengatakan Muhammad tidak memulai ajaran-ajarannya dengan Jihad.

Menurut Quintan Wiktorowicz: "Ada beberapa kebingungan dalam beberapa tahun terakhir karena baik modernis Islam dan Salafi kontemporer merujuk (menyebut) diri mereka sendiri sebagai al-salafiyya, membuat beberapa pengamat salah menyimpulkan garis keturunan ideologis yang sama. Namun, para salafiyya (modernis) sebelumnya, pada umumnya adalah kaum Asharis yang rasionalis".

Kebingungan inilah yang harus kita simpulkan bahwa tidak semua Salafi itu Jihad. Hal ini dibenarkan dalam pernyataan pejabat pemerintah Jerman dalam siaran Deutsche Welle, April 2012 bahwa Salafi memiliki hubungan yang kuat dengan terorisme akibat Jihad tadi. Namun, dalam pernyataan tersebut, pemerintah Jerman juga mengatakan bahwa tidak semua Salafi teroris. Semua orang perlu menggarisbawahi kalimat klarifikasinya.

Dalam pandangan Sosiologi Kritik, Salafi sering menafsirkan nilai-nilai atau tradisi Islam. Secara umum, Salafi menentang nilai-nilai Islam tradisional. Akibatnya, pandangan ini meluas kepada mereka yang tidak mengenal Islam yang sebenarnya dan membuat sebuah stigma yang merusak citra Islam.

Ideologi Salafi yang menganut Jihad ini kemudian berkembang dan munculnya gerakan ISIS yang sangat meresahkan dunia. Di Irak, rumah para umat Nasrani di tandai dengan huruf N. Mereka disiksa dan ditindas habis-habisan untuk mengakui ISIS. Ironisnya, Kaum Salafi dan Muslim yang berbeda pandanganpun ditindas bahkan dibunuh.

Pembunuhan kepada sesama Muslim ini merupakan suatu tindakan yang hendak membuat tembok pemisah dengan Islam Syah. Disebut, tindakan ini merupakan salah tindakan paling kejam selain pemenggalan kepala bagi mereka yang menolak mengikuti ISIS.

Penumpahan darahlah yang membuat ISIS harus dibasmi. Upaya ini terus dilakukan akan tetapi ISIS sempat berkuasa beberapa tahun. Mereka menguasai Mossul-Irak dan Raqqa-Suriah dalam waktu sekejap tetapi membutuhkan kurang lebih 3 tahun untuk membuat mereka kehilangan jantung pertahanan kekuasaan di kedua kota ini.

Dunia tidak kehabisan akal dan terus dengan segala bentuk upaya membombardir ISIS. Akhirnya, kita semua tahu, pada tanggal 23 Maret 2018, jantung pertahanan mereka yang terakhir di Baghuz, Suriah pun direbut kembali sehingga ISIS dinyatakan kalah oleh Pasukan Demokratif Suriah (SDF)

Kekalahan ISIS ini mengundang banyak tanggapan. Salah satu pernyataan dari Komandan SDF, Mazloum Kobane. Ia mengatakan, Target sekarang adalah menghilangkan sel-sel tidurnya ISIS. Tujuannya adalah benar-benar membasmi ISIS dari muka bumi.

Pernyataan lainnya dari Presiden AS, Donald Trump. Ia mengatakan, AS akan tetap waspada terhadap ISIS. Pernyataan ini sebagai himbauan kepada kita semua bahwa ada kemungkinan masih ada ISIS.

Presiden Perancis pun menghimbau untuk terus berjuang karena ancaman masih ada. Perjuangan harus terus dilanjutkan sampai kapan ISIS benar-benar hilang.

Pasca kekalahan ISIS ini saya pun ingin berkomentar. ISIS dibasmi, waspadai gerakannya dalam bentuk yang lain.

Melihat pada sejarah, Ideologi Jihad ini susah dibasmi. Ideologinya seperti alang-alang yang jika dibakar hangus, ia akan tumbuh lebih kuat dari sebelumnya. Hari ini mereka diberantas tapi ideologi ini terus akan ada karena ideologi ini terlanjur tercatat dalam sejarah.

Negara perlu waspada dan bertindak bijak dalam menangani warga negara eks ISIS yang telah dan akan dipulangkan. Kebijakan Negara hari ini menentukan masa depan bangsa.

Jika Negara ingin merangkul mereka kembali, negara harus menjamin kehidupan mereka dan tunduk dalam Ideologi yang seharusnya di Indonesia yaitu Ideologi Pancasila. Akan tetapi, jika Negara tidak merangkul mereka kembali, bagaimana dengan mereka yang ada disana sebagai korban tipu muslihat ISIS.

Harapannya, Negara mengembalikan mereka dan membuat sebuah pernyataan untuk tunduk dan taat kepada Pancasila sebagai landasan hukum Negara Indonesia.

Salam NKRI Harga Mati

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun