Mohon tunggu...
Fitri Nurul
Fitri Nurul Mohon Tunggu... -

Alumni Jurusan pendidikan Bahasa Inggris Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Tinggal dan Mengajar Bahasa Inggris di Songkhla, Thailand. Tertarik dalam berbagai diskusi dan selalu ingin memepelajari hal-hal baru, terutama dalam bidang sosial, bahasa, budaya dan pengajaran Bahasa Inggris

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Fenomena Akreditasi : Pencitraan atau Kualitas?

8 Januari 2014   14:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:01 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Semenjak satu bulan yang lalu, sekolah tempat saya mengajar disibukkan dengan "persiapan akreditasi". Ternyata akreditasi tidak hanya ada di Indonesia tetapi juga saya temukan di Thailand, mungkin begitu juga dengan Malaysia. Akhir-akhir ini kami sibuk sekali, para guru diminta untuk mengumpulkan Lesson Plan (RPP) beserta evaluasi belajar, tidak ketinggalan media mengajar. Tata usaha sekolah disibukkan dengan urusan administrasi, mulai dari data siswa, prestasi siswa, data guru dsb. Para murid pun tidak ketinggalan, mereka juga sibuk, bersama wali kelasnya mereka menghias kelas, membersihkan kelas, keja bakti masal hampir setiap hari, ikut mencat ruangan, berlatih menyanyi hymne sekolah dsb.

Saya jadi teringat saat saya masih mengajar di sekolah di Indonesia, sebelum berangkat ke Thailand sekolah saya dulu pun sedang persiapan menjelang akreditasi. Hampir setiap hari kami rapat, diminta untuk membuat Lesson Plan, media pembelajaran, membuat kreasi yang berhubungan dengan mata pelajaran kami, serta segala pernak-pernik akreditasi lainnya. Sekolah kami sangat sibuk waktu itu.

Saya mencoba berfikir positif bahwa "akreditasi" ini adalah salah satu cara untuk mengontrol sekolah dan menjaga kualitas sekolah, tetapi yang sebenarnya adalah saya merasa resah dengan fenomena akreditasi ini. Selalu muncul dalam benak saya berbagai pertanyaan : "Kenapa Lesson Plan baru dibuat pada saat akan akreditasi?", "Kenapa fasilitas baru dibenahi hanya ketika ada akreditasi?", "Kenapa laporan baru dibuat saat mau akreditasi?" dan segudang pertanyaan "Kenapa" lainnya.

Jika seperti ini mau tidak mau terkadang saya berfikir negatif, bahwa semua yang dilakukan oleh pihak sekolah hanya untuk pencitraan saja, pencitraan agar sekolah dinilai bagus dan layak, pencitraan agar berhasil mendapatkan nilai "A". Lalu bagaimana dengan masalah kualitas sekolah? Apakah kualitas sekolah hanya pantas dinilai melalui akreditasi? Fenomena seperti ini seperti melihat kecerdasan seorang anak yang hanya diukur dari nilai akhir saja. Pada akhirnya semua seperti dinilai secara instan.

Bukankah akan lebih baik jika kita terlihat apa adanya? Jika memang kita masih belum berkualitas maka kita harus lebih meningkatkan kualitas lagi. Jika kita sudah berkualitas maka kita harus mempertahankannya, bahkan lebih baik ditingkatkan? Mengapa kita harus sibuk saat akreditasi, seolah-olah semua lengkap sempurna, baik padahal kenyataannya semua dikerjakan hanya dalam waktu 1 bulan saja?Bulan-bulan lainnya sama sekali berbeda.

Manajemen merupakan salah satu hal yang terpenting menurut saya, bukankah lebih baik jika kita mempersiapkan semua itu dengan niat "murni" untuk meningkatkan kualitas dan bukan untuk pencitraan? Bukankah lebih baik jika sedari awal guru-guru sudah diminta kesadarannya untuk membuat Lesson Plan secara teratur yang di tindak lanjuti dengan pemeriksaan rutin dari sekolah? Dengan seperti itu tentu saja semua akan lebih rapi, teratur dan baik. Menjelang akreditasi kita tidak perlu diributkan dengan hal-hal yang seharusnya kita lakukan sejak dulu. Kita akan lebih bisa menilai kualitas kita secara objektif dan bukan karena sekedar pencitraan.

Demikian sedikit sharing tentang keresahan saya, saya masih terhitung anak bawang dalam dunia pendidikan dan sekolah sehingga belum banyak ilmu dan pengetahuan yang cukup. Oleh karena itu, saya akan senang sekali jika para pembaca mempunyai pendapat lain yang bisa meluruskan atau sekedar mengomentari pendapat saya dan mau membaginya disini. Terimakasih :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun