[caption id="" align="aligncenter" width="650" caption="sumber: kompas.com"][/caption] “Jakarta Baru, Kota modern yang tertata rapi dan manusiawi, dengan kepemimpinan dan pemerintah yang bersih dan melayani”
Inilah jargon kampanye yang diusung Jokowi – Ahok untuk membangun ibu kota negara, DKI Jakarta pada Pilkada tahun 2012. Prioritas utama pembangunan Jokowi yang terdapat dalam delapan program kerja unggulan Jakarta Baru, jelas menunjukkan Jokowi hanya berorientasi pada penataan kota.
Sementara itu program meningkatkan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat mendapat perhatian yang sangat minim. Tidak ada strategi khusus yang dibuat Jokowi untuk meningkat pendapatan daerah dan meningkatkan kesejahteraan warga DKI.
Nyaris tidak ada program kerja seperti meningkatkan ekonomi kerakyatan dan upaya mengentaskan angka pengangguran serta kemiskinan. Padahal tingkat kemiskinan Jakarta yang cukup tinggi harus mendapat perhatian utama Jokowi dalam membangun kota ini.
Apa yang dipikirkan Jokowi hanya bagaimana menata ulang kota Jakarta seperti yang dilakukannya di Solo. Tidak heran, jika data menunjukan bahwa tingkat kemiskinan di Solo terus menanjak setiap tahunnya sejak dipimpin Jokowi.
Peningkatan penduduk miskin mencapai ribuan jiwa setiap tahunnya pada dua periode kepemimpin Jokowi. Solo termasuk kota termiskin di Indonesia dengan tingkat kemiskinan mencapai 22 persen atau 133.000 jiwa dari 560.000 jumlah penduduk. Angka yang sangat luar biasa besar.
Lalu bagaimana dengan Jakarta? Apakah akan mengikuti jejak kemiskinan di kota Solo. Kita lihat program kerja unggulan Jakarta Baru:
1.Menata Kota
2.Mengatasi Banjir
3.Meningkatkan sistem transportasi
4.Meningkatkan pelayanan kesehatan (Kartu Jakarta Sehat)
5.Meningkatkan pelayanan pendidikan (Kartu Jakarta Pintar)
6.Ekonomi masyarakat; membangun mall khusus untuk pedagang kaki lima, merevitalisasi pasar tradisional
7.Meningkatkan bidang kebudayaan
8.Program reformasi bikrokrasi
Berdasarkan keterangan diatas, kinerja Jokowi yang baru terlihat adalah dalam hal menertibkan pasar Tanah Abang, pasar Senin, dan pasar Minggu. Kemudian untuk reformasi bikrokrasi dengan sistem lelang jabatan berlangsung tidak taat asas karena jabatan sekda kosong selama 10 bulan.
Jika seperti ini, jelas Jokowi akan mengulangi kegagalannya di Solo. Perekonomian daerah akan menurun karena tidak ada strategi meningkatkan pendapatan daerah. Bila perekonomian daerah menurun, otomatis tingkat pengangguran dan kemiskinan di Jakarta akan terus meningkat.
Setelah memiskinkan Solo kemudian menyusul Jakarta, apakah Indonesia akan menjadi sasaran Jokowi selanjutnya? Kita patut kritis dan terus mengawal kinerja Jokowi ke depannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H