Senin, 26 Juni 2023, saat diskusi virtual bersama Instruktur, Ibu Ribka Rolentiana Kekado, kami menyimak pembacaan puisi karya Presiden pertama RI, yang berjudul "Aku Melihat Indonesia"
Aku Melihat Indonesia
Karya: Ir. Soekarno
Jikalau aku berdiri di pantai Ngliyep
Aku mendengar Lautan Hindia bergelora membanting di pantai Ngliyep itu Aku mendengar lagu, sajak Indonesia
Jikalau aku melihat sawah-sawah yang menguning-menghijau
Aku tidak melihat lagi batang-batang padi yang menguning menghijau
Aku melihat Indonesia
Jikalau aku melihat gunung-gunung
Gunung Merapi, Gunung Semeru, Gunung Merbabu, Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Kelebet, dan gunung-gunung yang lain
Aku melihat Indonesia
Jikalau aku mendengarkan Lagu-lagu yang merdu dari Batak bukan lagi lagu Batak yang kudengarkan
Aku mendengarkan Indonesia
Jikalau aku mendengarkan Pangkur Palaran bukan lagi Pangkur Palaran yang kudengarkan Aku mendengar Indonesia
Jikalau aku mendengarkan lagu Olesio dari Maluku bukan lagi aku mendengarkan lagu Olesio
Aku mendengar Indonesia
Jikalau aku mendengarkan burung Perkutut menyanyi di pohon ditiup angin yang sepoi-sepoi
bukan lagi aku mendengarkan burung Perkutut Aku mendengarkan Indonesia
Jikalau aku menghirup udara ini Aku tidak lagi menghirup udara Aku menghirup Indonesia
Jikalau aku melihat wajah anak-anak
di desa-desa dengan mata yang bersinar-sinar "Pak Merdeka; Pak Merdeka; Pak Merdeka!" Aku bukan lagi melihat mata manusia
Aku melihat Indonesia
Selesai menyimak pembacaan puisi tersebut, Instruktur mengajukan pertanyaan,"Bagaimana perasaan Bapak/Ibu usai mendengar pembacaan puisi tersebut? Apa yang bergelora dalam darah Bapak/Ibu?"
Beragam jawaban dikemukakan oleh para CGP. Secara garis besar, jawaban peserta (selanjutnya saya sebut P), sebagai berikut:
P1: Merinding mendengar pembacaan puisi yang menggambarkan kecintaan terhadap Indonesia. Apa yang dilihat, hewan, wajah anak, oleh Ir. Soekarno, adalah melihat Indonesia, yang berbeda-beda, tetapi tetap satu jua.
P2: Apapun perubahan yang terjadi, yaitu perubahan yang terus menerus, tetaplah Indonesia. Visi Bung Karno jauh ke depan (Visioner).
P3: Makna kecintaan terhadap tanah air, melihat segala sesuatu, adalah tanah air Indonesia. Menyatukan semua unsur alam untuk dimanfaatkan serta ditujukan untuk menjadikan Indonesia lebih baik.
P4: Ir. Soekarno bisa menyatukan semua agama, kebudayaan, perbedaan suku, adat, dan lain-lain untuk menjadi suatu kesatuan Indonesia yang merebut kemerdekaan dari para penjajah. Kekuatan kita adalah persatuan.
P5: Ir. Soekarno adalah proklamator yang bisa merangkul semua kalangan, bisa memahami semua dengan baik'
Semua jawaban CGP benar adanya. Menurut narasumber, puisi tersebut, juga menunjukkan visi Presiden Pertama kita akan wujud kesatuan dari ragam kekayaan yang ada di Indonesia.
Dari beliau, kita belajar, bahwa visi dapat disajikan dalam bentuk yang beraneka ragam dan apapun bentuknya, visi itu harus menyemangati, menggerakkan hati dan kolaborasi tiap anggota dalam suatu komunitas.
Perlu perubahan yang mendasar dan upaya yang konsisten. Inilah salah satu tujuan visi, yaitu untuk mencapai perubahan yang lebih baik dari kondisi saat ini. Visi membantu kita untuk melihat kondisi saat ini sebagai garis "start" dan membayangkan garis "finish" seperti apa yang ingin dicapai.
Narasumber kemudian memberi tugas kepada para CGP untuk menuliskan visi masing-masing, terkait dengan perannya sebagai pemimpin pembelajaran.
Wah, tugasnya cukup menarik, bukan?
Nah, apakah visi Anda, sahabat?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H