Mohon tunggu...
Neni Hendriati
Neni Hendriati Mohon Tunggu... Guru - Guru SDN 4 Sukamanah

Bergabung di KPPJB, Jurdik.id. dan Kompasiana.com. Hasil karya yang telah diterbitkan antara lain 1. Antologi puisi “Merenda Harap”, bersama kedua saudaranya, Bu Teti Taryani dan Bu Pipit Ati Haryati. 2. Buku Antologi KPPJB “Jasmine(2021) 3. Buku Antologi KPPJB We Are Smart Children(2021) 4. Alam dan Manusia dalam Kata, Antologi Senryu dan Haiku (2022) 5. Berkarya Tanpa Batas Antologi Artikel Akhir Tahun (2022) 6. Buku Tunggal “Cici Dede Anak Gaul” (2022). 7. Aku dan Chairil (2023) 8. Membingkai Perspektif Pendidikan (Antologi Esai dan Feature KPPJB (2023) 9. Sehimpun Puisi Karya Siswa dan Guru SDN 4 Sukamanah Tasikmalaya 10. Love Story, Sehimpun Puisi Akrostik (2023) 11. Sepenggal Kenangan Masa Kescil Antologi Puisi (2023) 12. Seloka Adagium Petuah Bestari KPPJB ( Februari 2024), 13. Pemilu Bersih Pemersatu Bangsa Indonesia KPPJB ( Maret 2024) 14. Trilogi Puisi Berkait Sebelum, Saat, Sesudah, Ritus Katarsis Situ Seni ( Juni 2024), 15. Rona Pada Hari Raya KPPJB (Juli 2024} 16. Sisindiran KPPJB (2024). Harapannya, semoga dapat menebar manfaat di perjalanan hidup yang singkat.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Kenangan bersama Petasan Kertas

2 April 2023   09:00 Diperbarui: 2 April 2023   09:18 1924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

"Ayo, kita lihat Mamun!" kataku pada adikku.

Adikku menggeleng.

"Gak mau, petasannya bau!" ujarnya sambil menutup hidung. Memang kalau lama-lama, bau petasan tersa menyengat di hidung. Bau belerang yang cukup tajam.

"Mamun kena petasan!" A Bari yang baru pulang bermain, berteriak.

"Tangannya berdarah!" ujarnya dengan napas ngos-ngosan.

"Apa?" Ibu yang sedang tilawah, segera keluar kamar sambil masih memakai mukena.

"Mamun kena petasan, Bu! Tangannya berdarah!" A Bari menjelaskan.

Aku sangat terkejut, karena baru saja dia kutinggalkan.

Dengan berlari, kami keluar rumah. Mamun sudah dikerubungi banyak orang, tangisnya terdengar pilu.

"Bawa ke rumahsakit!" orang-orang panik. Darah terlihat mengucur, Ibunya Mamun, tak henti menangis histeris sambil memeluk anaknya.

"Tolong becak!" Pak Mugni, ayah Mamun berteriak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun