"Ayo, kita lihat Mamun!" kataku pada adikku.
Adikku menggeleng.
"Gak mau, petasannya bau!" ujarnya sambil menutup hidung. Memang kalau lama-lama, bau petasan tersa menyengat di hidung. Bau belerang yang cukup tajam.
"Mamun kena petasan!" A Bari yang baru pulang bermain, berteriak.
"Tangannya berdarah!" ujarnya dengan napas ngos-ngosan.
"Apa?" Ibu yang sedang tilawah, segera keluar kamar sambil masih memakai mukena.
"Mamun kena petasan, Bu! Tangannya berdarah!" A Bari menjelaskan.
Aku sangat terkejut, karena baru saja dia kutinggalkan.
Dengan berlari, kami keluar rumah. Mamun sudah dikerubungi banyak orang, tangisnya terdengar pilu.
"Bawa ke rumahsakit!" orang-orang panik. Darah terlihat mengucur, Ibunya Mamun, tak henti menangis histeris sambil memeluk anaknya.
"Tolong becak!" Pak Mugni, ayah Mamun berteriak.