Mohon tunggu...
Neni Hendriati
Neni Hendriati Mohon Tunggu... Guru - Guru SDN 4 Sukamanah

Bergabung di KPPJB, Jurdik.id. dan Kompasiana.com. Hasil karya yang telah diterbitkan antara lain 1. Antologi puisi “Merenda Harap”, bersama kedua saudaranya, Bu Teti Taryani dan Bu Pipit Ati Haryati. 2. Buku Antologi KPPJB “Jasmine(2021) 3. Buku Antologi KPPJB We Are Smart Children(2021) 4. Alam dan Manusia dalam Kata, Antologi Senryu dan Haiku (2022) 5. Berkarya Tanpa Batas Antologi Artikel Akhir Tahun (2022) 6. Buku Tunggal “Cici Dede Anak Gaul” (2022). 7. Aku dan Chairil (2023) 8. Membingkai Perspektif Pendidikan (Antologi Esai dan Feature KPPJB (2023) 9. Sehimpun Puisi Karya Siswa dan Guru SDN 4 Sukamanah Tasikmalaya 10. Love Story, Sehimpun Puisi Akrostik (2023) 11. Sepenggal Kenangan Masa Kescil Antologi Puisi (2023) 12. Seloka Adagium Petuah Bestari KPPJB ( Februari 2024), 13. Pemilu Bersih Pemersatu Bangsa Indonesia KPPJB ( Maret 2024) 14. Trilogi Puisi Berkait Sebelum, Saat, Sesudah, Ritus Katarsis Situ Seni ( Juni 2024), 15. Rona Pada Hari Raya KPPJB (Juli 2024} 16. Sisindiran KPPJB (2024). Harapannya, semoga dapat menebar manfaat di perjalanan hidup yang singkat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Obrolan Sore

25 Oktober 2022   16:34 Diperbarui: 26 Oktober 2022   04:06 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Cuaca sore ini sangat dingin, hujan turun sejak tadi malam. Sambil menunggu suami pulang, segera kubuka HP, dan kulihat ada pesan via WA dari Neng Ai, guru SD Nagarasari.

“Teh, bisakah media digital menjadi jembatan untuk permohonan bantuan?”

Dia mengirimkan foto seorang perempuan, yang leher dan dadanya tampak menghitam. Ada bekas operasi di sana, dan beberapa benjolan, jelas terlihat.

Seketika aku terhenyak, dan merinding, membayangkan betapa kesakitannya perempuan dalam foto itu. Air mata tiba-tiba menggenang di pelupuk mata, teringat anakku yang nomor dua, yang telah berpulang karena kanker pembuluh darah.

Kutulis chat balasan.

“Duh, kasian, ini siapa, Neng? Apa penyakitnya?”

“Dia Dedah, muridku dulu waktu di SD. Dia tinggal di Cigeureung, jaraknya cukup dekat dengan sekolahan. Dia sudah memiliki putra dua orang, yang kini diurus oleh ibunya Dedah. Dedah sudah lama sakit, sudah dioperasi di RSHS, sampai sekarang masih tinggal di rumah singgah Bandung, diurus oleh suaminya. Praktis suaminya tidak bekerja. Kata ibunya, dia butuh dana untuk menebus obat.”

“Ada bantuan, nggak?” tanyaku.

“Ada bantuan dari BAZNAS, tetapi terbatas. Keluarga Dedah suka mengandalkan pemberian dari masyarakat, yang keadaannya sama-sama susah.”

“Kasihan sekali…”

“Iya, Teh. Dulu waktu kelas V SD, Dedah pernah dioperasi bibir sumbing. Ibunya hanya buruh tani dengan penghasilan yang tidak seberapa. Barangkali ada pihak yang tersentuh untuk memberikan bantuan.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun