Mohon tunggu...
Neni Komalasari
Neni Komalasari Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswi Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Pengembang dan Praktisi Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mencegah Radikalisme di Masyarakat melalui Pendidikan Karakter

24 April 2023   12:29 Diperbarui: 24 April 2023   12:30 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Radikalisme menjadi trend isu yang muncul ke permukaan di tengah masyarakat saat ini, sehingga pemerintah harus bisa melakukan kegiatan dan upaya terprogram untuk menyikapinya. Semakin banyaknya jumlah kasus radikalisme di masyarakat menunjukan indikasi  perlunya penanganan yang serius. Hal ini bisa dimulai dari dasar terlebih dahulu, yakni pemenuhan kebutuhan anak-anak dan remaja agar mereka bisa mendapatkan pendidikan karakter yang baik sejak dini, sehingga radikalisme negatif dan semua faktor penyebab dapat diminimalisir atau bahkan dihindari (Ulya etc&Choiriya, 2018).

Prilaku radikalisme yang terjadi di masyarakat oleh orang dewasa yang sudah memiliki kesadaran tinggi, tidak muncul begitu saja. Hal ini imbas dari lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat dimana mereka hidup sejak dini. Hal ini memberikan pengaruh yang cukup besar dalam membentuk karakter individu. Karakter tidak baik itu dipengaruhi adanya berbagai doktrin kebencian terhadap suku, agama, dan golongan tertentu yang dilakukan oleh orangtua, guru maupun lingkungan masyakat di sekitarnya. Hal ini tentu saja bisa terjadi, sebab anak-anak hanya bisa menyerap informasi. Informasi yang terserap jika diisi dengan doktrin yang mengajarkan kekerasan maka anak akan tumbuh menjadi individu yang intoleransi sehingga memicu radikalisme. Faktanya anak-anak di tingkat satuan PAUD, sekolah dasar dan menengah beresiko tekena ajaran intoleransi dan radikalisme sebab tidak tersortirnya buku-buku pelajaran yang ada di sekolah (Imron,2018). Dalam susunan hierarki, jenjang PAUD menduduki tingkatan palng dasar dalam pembentukan karakter anak ke depannya. Lalu, sejauh mana peran pemerintah terkait keseriusan menangai kualitas buku-buku pelajaran yang ada di setiap jenjang satuan pendidikan yang sudah open access seperti sekarang ini?

Masyarakat  sekarang yang sudah serba open access memiliki potensi perkembangan yang mendorong timbulnya radikalisme. Pemerolehan informasi yang mudah diperoleh oleh masyarakat dan penggunaan gadget memiliki kemungkinan potensi mendapatkan content radikalisme secara gampang, sehingga hal ini perlu diminimalisir. Oleh sebab itu pendidikan karakter harus bekerjasama dengan komponen keluarga, sekolah dan masyarakat. Keluarga memiliki peran pendukung pertama dalam upaya mencegah radikalisme yang terjadi di masyarakat, sebab karakter radikal muncul dari proses pendidikan yang diperoleh. Proses pendidikan yang terjadi di satuan lembaga pendidikan erat kaitannya dengan sistem pendidikan yang ada dalam sebuah negara. Jika sistem pendidikannya berkualitas maka SDM pun akan berkualitas dan memiliki karakter yang baik. Akar dari karakter yang condong pada radikalisme bisa dilihat dari radikal mind dan radikal attitude yang ada dalam diri individu. Kedua faktor itu erat kaitannya dengan sistem pendidikan yang ada di sebuah negara. Ada tidak relevansi antara radikalisme yang ada di masyarakat dengan sistem pendidkan yang telah dijalankan? Tentu saja ada relevansinya, antara kurikulum dan sistem pendidikan yang ada dengan kualitas SDM yang dihasilkan, sebab pemahaman anak dari proses pendidikan di sekolah akan menjadi landasan anak dalam berprilaku. Fakta yang terjadi saat ini dengan isu terhangat maraknya prilaku radikalisme adalah bentukan dari pendidikan di negara ini.

Prilaku radikalisme adalah pengejawantahan dari pemikiran dan sikap yang terletak pada sifat perlawanan yang tumbuh dari dalam diri individu. Sikap perlawanan yang berlebihan akan memudahkan paham radikal masuk, hal ini disebabkan adanya sikap perlawanan yang didapatkan dari bentukan pendidikan bahkan sampai pada level ketidakpercayaan terhadap tatanan hukum yang berlaku dalam sebuah negara, sehingga berani main hakim sendiri. Dan sikap seperti ini akan melekat seumur hidup. Ujung-ujungnya kembali lagi pada sistem pendidkan yang ada. Sistem pendidikan yang intoleransi akan menyebabkan munculnya benih radikalisme, sehingga perlu memasukan unsur pendidikan keberagaman dalam sistem pendidikan di Indonesia. Keberagaman atau multikulturalisme yang akan menjadikan SDM di Indonesia memiliki prinsip kebhinekaan, berbeda namun satu untuk kemajuan di Indonesia.

Dengan pendidikan keberagaman, masyarakat yang berbeda bisa hidup berdampingan dan tidak menimbulkan permasalahan. Masyarakat yang hidup berdampingan dalam perbedaan akan mempengaruhi prilaku anak, sebab lingkungan di sekitar menjadi model utama dalam prilaku positif. Tindakan radikalisme negatif tidak hadir secara tiba-tiba, melainkan dari proses pemerolehan sikap yang dipupuk sejak dini dengan gaya pengasuhan. Nolte menjelaskan jika anak dibesarkan dengan celaan anak akan belajar memaki namun jika anak dibesarkan dengan kebajikan anak akan belajar menghormati. Karakter menghormati adalah akumulasi dari kebiasaan yang dilakukan atas sadar diri.  Untuk itulah pentingnya pembiasaan yang baik dengan mencontohkan karakter yang baik. Jadi untuk mencegah terjadinya radikalisme di tengah masyarakat sangat penting aparat pemerintah dengan regulasinya dan tatanan hukum yang ada memberikan keamanan dan mencontohkan kepada semua lapisan masayarakat. Mendidik karakter melalui karakter.

Pustaka Acuan

Abdillah, D. S., Muhammad, A. R., Ulya, A., Sodali, H. A., & Choiriya, D. D. (2018). De-Radikalisasi Anak dan Remaja dengan Meningkatkan Nasionalisme dan Spiritualitas Melalui Program Pembelajaran Anak Negeri. Berdikari: Jurnal Pengabdian Masyarakat Indonesia, 1(1), 27--34. https://doi.org/10.11594/bjtls.01.01.04

Imron, A. (2018). Penguatan Islam Moderat melalui Metode Pembelajaran Demokrasi di Madrasah Ibtidaiyah. Edukasia Islamika, 3(1), 1. https://doi.org/10.28918/jei.v3i1.167 https://doi.org/10.31004/obsesi.v3i1.126

Nolte, D. L., & Harris, R. (2016). Anak Anak Belajar dari Kehidupannya Nilai Nilai Parenting

Klasik Dunia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun