Melihat fenomena Citayam Fashion Week bisa dilihat dari sudut pandang pendidikan multibudaya. H.A.R Tilaar sebagai seorang ahli pendidikan multibudaya di Indonesia menjelaskan bahwa program pendidikan multibudaya tidak hanya diarahkan  kepada kelompok rasial, agama dan budaya dominan melainkan menekankan pada peningkatan pemahaman.Â
Pemahaman atau toleransi individu kelompok minoritas terhadap budaya dominan. Penekanan ini akan menyebabkan kelompok minoritas terintegrasi ke dalam masyarakat dominan. Jadi inti pendidikan multibudaya berdasarkan Tilaar adalah pendidikan yang mau mengakui dan peduli terhadap keberagaman individu untuk mencapai kesempatan yang adil dan setara.Â
Citayam Fashion Week merupakan bagian dari perubahan budaya munculnya demokrasi dari kaum minoritas menengah ke bawh terhadap budaya kaum dominan mayoritas kelas menangah ke atas. Perubahan budaya ini merupakan hal yang wajar, sebab setiap masa selalu muncul perubahan budaya. Budaya yang muncul di Citayam Fashion Week adalah budaya demokrasi yang digulirkan oleh anak muda di wilayah kota penyangga Jakarta. Demokrasi terjadi di Citayam Fashion Week sebab siapa saja di sana, tanpa melihat status sosial, latar belakang pendidikan maupun tingkat kesejahteraan bisa menikmati dengan adil dan merata. Hal itu pun dibangun dan dikerjakan tidak sendirian melainkan berkelompok dan berkolaborasi dengan sesama kelompok disana tanpa membedakan status sosial.Â
Menurut Joko Tri Prasetyo kebudayaan itu mewujud menjadi 3 macam, salah satunya wujud kebudayaan sebagai sebuah kompleksitas aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Citayam Fashion Week merupakan wujud kebudayaan baru yang muncul sebagai kompleksitas aktivitas manusia bermasyarakat yang tinggal di pinggiran Jakarta.Â
Jakarta sebagai kota yang penduduknya multibudaya sudah tentu penduduknya beragam. Sudah tidak asing lagi dengan istilah perbedaan status sosial. Bahkan di Citayam Fashion Week pun terjadi jarak sosial yang memunculkan potensi keren dan tidak keren dilihat dari bagaimana setiap orang berpakaian. Standar nilai keren dilihat dari bagaimana mereka berpenampilan. Ini merupakan bentuk dari akulturasi budaya dengan menunjukan identitas diri melalui cara berpakaian dari kelas sosial yang berbeda.
Nilai budaya baru tersebut jika dikaitkan dengan fashion adalah sama, selalu mengalami perubahan setiap masa. Fashion merupakan bidang yang pergerakannya dinamis yang dari masa ke masa akan mengalami perubahan dan mengalami sirkulasi. Layaknya pergerakan fashion, budaya pun mengalami pergerakan. Citayam Fashion Week merupakan salah satu bentuk karakter anak muda dalam menciptakan budaya dan kebudayaannya sendiri. Kehadiran ruang kota menawarkan tantangan baru yaitu kesempatan utuk mendorong pembentukan budaya dan mengikuti budaya yang bisa diterima dari segi fashion.
Citayam Fashion Week merupakan pergerakan generasi muda. Mereka generasi yang perlu diapresiasi sebab bisa mampu menciptakan kebudayannya sendiri di tengah mayoritas budaya fashion kalangan menengah ke atas yang tidak bisa dijangkau oleh kaum menengah ke bawah. Demokrasi yang mereka munculkan melalui media masa perlu diapresiasi. Mereka memilik hak yang sama sebagai warga negara untuk mengekspresikan dirinya. Hal ini sepanjang tidak memunculkan perpecahan di negara yang majemuk, perlu adanya suport dan apresiasi dari semua kalangan. Hal ini merupakan fenomena yang wajar di negera demokrasi sebab naluri manusia sebagai mahkluk bermasyarakat memiliki kemampuan untuk membentuk kelompoknya sesuai dengan karakteristiknya masing-masing. Hal ini sebuah kemajuan untuk negara Indonesia, jika ingin mengibarkan bendera demokrasi.
Melalui fenomena Citayam Fashion Week, anak remaja lebih bisa memahami bagaimana caranya hidup bersosial diantara berbagai perbedaan status sosial, latar pendidikan dan tingkat kesejahteraan ekonomi. Memunculkan identitas diri yang positif dan memiliki rasa kepemilikan bersama diantara kaum mayoritas bukanlah hal yang mudah. Keberadaan fenomena Citayam Fashion Week perlu diapresiasi sebagai langkah kreatif anak muda hadir di tengah kaum mayoritas dengan memunculkan budaya baru. Hal ini jika diberikan apresiasi, diberikan edukasi dan pendampingan sosial bukan hal yang tidak mungkin kedepannya akan memunculkan potensi budaya baru. Budaya baru yang memiliki karakter sendiri serta dihargai oleh dunia sebab bangsa Indonesia memiliki generasi kaum muda yang paham nilai demokrasi dan nilai-nilai kehidupan bersosial.
Sumber Rujukan:
Tilaar, H. A. R, (2004). Multikulturalisme; Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam Trasformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo.
Tri Prasetyo, Joko. (2009). Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H