Mohon tunggu...
NENI RATNA YULIANI
NENI RATNA YULIANI Mohon Tunggu... Administrasi - Membaca Dan Menulis Adalah Dua Sejoli

Saya, seorang ibu rumah tangga biasa yang juga seorang ibu bekerja, yang suka banyak hal untuk dikerjakan. Saya suka menulis, meskipun hanya sebatas untuk disimpan sendiri sebagai catatan pribadi atau bisa disebut sebagai diary sehari-hari saya. Saya suka membaca, apa saja. Dari mulai novel, surat kabar, majalah, dan lain-lain. Menyanyi pun saya suka, tapi hanya sebatas menyanyi di rumah, tidak untuk tampil di depan umum. Memasak pun saya suka, tapi juga sebatas untuk makanan biasa yang tidak memerlukan perlengkapan lengkap. Yang paling terkini yang masih saya lakukan adalah berkebun, menanam dan merawat tanaman hias. Saya juga senang bermedsos. Saya punya akun Facebook, Instagram, Twitter, dan bahkan punya channel Youtube, di mana saya bisa mengunggah video dari kegiatan saya berkebun dan merawat tanaman hias. Sisanya, saya suka nonton film. Saya suka film apa saja, tetapi saya paling suka dengan film drama, film detektif, dan film biografi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Novel Kelas '58 (The Class) Karya Erich Segal

1 Februari 2023   17:32 Diperbarui: 1 Februari 2023   17:37 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kira-kira awal tahun 2000-an, ketika  saya sedang mencari buku di toko buku Gramedia, saya tertarik untuk membeli sebuah novel tebal dengan judul Kelas ’58 karya Erich Segal. Tidak seperti Agatha Christie yang sangat populer, saya tidak pernah mengenal siapa itu Erich Segal, dan tidak pernah pula sebelumnya membaca novelnya.  Dari rasa tertarik, kemudian menjadi penasaran, akhirnya saya jadi juga membeli novel tersebut, dengan harga yang lumayan mahal untuk ukuran kocek seseorang yang baru mulai belajar bekerja saat itu.  Setelah selesai  membacanya sampai akhir, menurut saya, novel Kelas ’58 ini sangat luar biasa. Novel  setebal 722 halaman ini bagus sekali, dan saya tidak menyesal telah membelinya, bahkan sampai sekarang, setelah puluhan tahun berlalu, saya sesekali masih membaca ulang novel  Kelas ’58 ini. Sebagai info saja, novel ini pertama kali dipublikasikan pada tahun 1986, versi asli berbahasa Inggris dengan judul The Class.

Ada 5 orang tokoh sentral yang menjadi fokus cerita dalam novel ini, yaitu Andrew Elliot, Jason Gilbert, Theodore Lambros, Daniel Rossi, dan terkahir George Keller.

Kelima mahasiswa di atas adalah mahasiswa  luar biasa dalam tanda kutip, yang bisa menembus Harvard dari latar belakang yang berbeda dan dengan perjuangannya yang berbeda-beda pula. Mereka berangkat dari latar belakang keluarga yang tidak sama, baik dari status sosial, status ekonomi , bahkan berbeda ras yang tentunya berbeda pula dalam budayanya.

Dengan caranya masing-masing,  mereka bisa mendaftar di kampus Universitas Harvard, salah satu universitas terbaik dan paling bergengsi di dunia, yang juga merupakan  salah satu universitas tertua yang sudah berdiri sejak tahun 1636.

Namun siapa sangka, di balik cerita kesuksesan mereka  yang telah bisa menembus kampus Harvard itu, ada cerita, perjuangan dan pengorbanan yang amat sangat pahit  yang harus mereka bayar. Yang pada akhirnya, dan pada kenyataanya, Harvard tidak mengantarkan mereka kepada pintu kesuksesan sesungguhnya dan kebahagiaan sejati di masa depannya kelak. Satu persatu, kelima tokoh ini diceritakan secara utuh mulai dari pendaftaran masuk kampus Harvard sampai 25 tahun kemudian di mana pilihan hidupnya telah mengantarkan mereka pada takdirnya masing-masing .

Andrew Elliot .

Andrew Elliot, seorang yang biasa menulis jurnal (buku diary), tak terkecuali pada saat menerima undangan reuni Harvard untuk kelas ’58. Dalam jurnalnya ini, dia menuliskan perasaan takutnya menghadapi hari di mana dia akan dipertemukan kembali dengan teman-temannya yang menurutnya mereka adalah manusia  yang luar biasa dan telah bergelimang keberhasilan.  Dia merasa sangat kecil  dan tak berarti apa-apa dibandingkan mereka. Mereka berlima, termasuk dirinya,  adalah mahasiswa Harvard, Amerika Serikat angkatan tahun ’58, yang sama-sama  lolos diterima  tahun 1954 dan tahun 1956, yang akan dipertemukan kembali dalam sebuah reuni, 25 tahun setelahnya, yaitu pada tahun 1983. Andrew Elliot berasal dari keluarga bangsawan yang amat sangat terhormat dan sangat terpandang, keluarga terkaya dan bahkan salah satu keluarga yang berada di jajaran yang menguasi  sistem pendidikan tinggi dalam sejarah pendidikan di Amerika,  yaitu keluarga Elliot, di mana dengan semua latar belakangnya itu,  tentu saja dia mendapatkan previlese untuk bisa melenggang masuk begitu saja menuju pintu kampus Harvard tanpa kesulitan yang berarti. Namun ternyata, justeru hal inilah yang membuatnya merasa sangat tertekan. Dia merasa, apa yang bisa diraihnya di kampus Harvard adalah bukan karena prestasinya, bukan karena  kemampuannya, tetapi karena latar belakang keluarga dan nenek moyangnya. Ketika seharusnya dengan latar belakang keluarganya ini, Andrew Elliot akan merasa  bangga, maka perasaan sebaliknyalah yang dia rasakan, yaitu menjadi kehilangan rasa percaya diri dan tak berharga. Meskipun begitu, dialah satu-satunya teman yang paling manusiawi dibandingkan dengan keempat teman yang lainnya. Dia teman dan sahabat yang baik, ramah, bekepribadian menyenangkan, dan sering menjadi tempat untuk  teman-temannya itu mencari bantuan.  Di kemudian hari, Andrew Elliot berkarir di dunia investasi perbankan. Bercerai dengan istrinya yang selain pecandu alcohol, dan yang juga telah mengkhianatinya, serta terakhir yang telah memisahkannya dari anak laki-laki dan anak perempuannya. Sekilas, kesempurnaan latar belakang keluarganya,  akan membawanya pada kesempurnaan kehidupan pribadinya di masa depannya, tapi ternyata tidak. Klan Elliot, Universitas Harvard, tidak bisa membawanya kepada kebahagiaan  seperti ekspetasi  dan bayangan sebagian banyak orang yang hanya melihatnya dari sisi luarnya saja,  tanpa merasakan berada di dalamnya.

Jason Gilbert Jr.

Muda, tampan, seorang atlet, pintar, berprestasi, berlatar belakang keluarga kaya merupakan gambaran yang sangat sempurna untuk seorang pemuda yang akan dengan mudah masuk mendaftar ke kampus Harvard, dan akan menjadi kebanggan seluruh keluarganya. Tapi di luar semua itu, ada satu hal yang menjadi ganjalan yang menjadikannya memperoleh banyak kesulitan karenanya. Dia, Jason Gilbert Jr. terlahir sebagai seorang Yahudi. Dia sudah berusaha menyembunyikan identitas dirinya, bahkan orang tuanya sudah beragama Kristen dan sudah berasimilasi sebagai orang Amerika. Tapi tak ada tempatnya untuk bisa bersembunyi, semua menolaknya karena keyahudiannya itu, termasuk Universitas Yale, yang telah menolaknya sebelum akhirnya diterima di Universitas Harvard, kampus yang ternyata, dalam beberapa hal  telah memperlakukannya dengan  tindakan-tindakan yang sama rasisnya. Dia juga menyaksikan tindakan rasis yang sama dilakukan terhadap atlet kulit hitam. Semuanya itu telah membuatnya  sadar, penolakan dirinya atas keyahudian dirinya sendiri  selama hidupnya adalah sebuah kesalahan besar. Dia merasa berdiri di sisi yang salah dan telah mengkhianati jati dirinya sendiri, serta telah mengkhianati bangsanya. Jason akhirnya meninggalkan Harvard, bermigrasi ke Israel bahkan ikut berperang demi negara tersebut. Namun kepatriotikannya harus dibayar mahal dengan nyawanya. Dia tewas ketika menyelamatkan salah seorang sandera Yahudi di Uganda.

Theodore Lambros.

Lahir dari kelurga Yunani kelas pekerja, dibandingkan keempat temannya yang lain, Theodore Lambrios adalah mahasiswa miskin, yang otomatis mempunyai kesulitan dari segi finansial. Dia diterima di kampus Harvard tanpa beasiswa setelahnya lulus dari Cambridge Latin School. Karena itu dia harus bekerja sebagai pelayan di restoran milik ayahnya untuk membayar biaya kuliahnya tersebut.  Dia pun tidak mampu untuk tinggal di asrama kampus, hal yang membuatnya sulit untuk benar-benar "menjadi bagian" dari kelasnya. Meski begitu, dia bisa bertahan dan akhirnya bisa mencapai ambisinya untuk mendapatkan jabatan sebagai dekan pada jurusan sastra  klasik di kampus Harvard. Sayangnya, dia tidak lagi memiliki istri untuk berbagi, setelah melakukan perselingkuhan dan selanjutnya mengalami perceraian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun