Jilbab putih melekat membingkai senyumnya menyambut pagi. dengan baju batik dan rok maxi hitam serta sepatu kulit warna senada menemaninya mengayun langkah sepeda menerjang ramainya aktivitas jalanan pagi.10 menit kemudian halaman sekolah itu tampak di depannya, bocah-bocah kecil itu menyambutnya dengan suka cita, berlari-lari berebut memberi salam untuk Ibu Guru.
dia lah Mama saya, Ibu dan juga Guru dalam hidup saya. 28 tahun beliau menjadi seorang pengajar di sebuah taman kanak-kanak Yayasan di kampung kami, bukan pengabdian yang sebentar, bahkan mungkin murid yang dia ajar sekarang adalah anak dari murid-muridnya terdahulu. seperti mengajar cucu sendiri.Mama menjadi idola bagi murid-muridnya, kadang beberapa wali murid meminta mama mengajar di kelompok A, padahal kelompok B lebih membutuhkan fokus lebih menjelang persiapannya ke kelas 1 SD.namun semua ingin ada Mama, walaupun ada banyak pengajar lain yang lebih muda.
Mama yang tak pernah mencubit muridnya menjadi nilai tersendiri kenapa Mama begitu disukai, mama lebih memilih ngelitikin anak-anak itu kalau mereka berbuat nakal. juga bukan mama kalau membiarkan lahan kosong, hampir disetiap sudut di sekolah itu tumbuh tanaman yang Mama bawa dari rumah kami, belum lagi pernik-pernik yang menempel di dinding sekolah,semua hasil PR mama yang dikerjakannya ketika di rumah sambil nonton TV. Mama memang tak pernah bisa diam.
tahun depan mama ingin beristirahat, sudah waktunya Mama menikmati hari tua. kami kadang sedih kalau Mama mulai mengeluh sakit di lututnya, bahkan katanya terasa berat ketika naik sepeda kesayangannya ke sekolah. sering Papa berinisiatif mengantar tapi Mama menolak, katanya jika naik sepeda murid-muridnya jadi lebih gampang menyapa. itulah Mama, keras kepala seperti saya.
namun disisi lain,Mama begitu berat meninggalkan murid-murid kesayangannya. Mengingat masih banyak wali murid yang menginginkan Mama tetap disana, mengajar anak-anak mereka seperti bagaimana dulu Mama mendidik mereka waktu kecil. sebuah pilihan yang berat, namun demi kesehatan kami harus memaksa Mama berhenti dan membiarkan yang lebih muda yang melanjutkan. bagaimana Ma..?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H