Mohon tunggu...
Tanti Amelia
Tanti Amelia Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

love art and writing so much

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pedestrian yang Apik, Imaji Kota yang Baik

30 September 2015   23:14 Diperbarui: 1 Oktober 2015   08:30 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mau kota beradab, berbudaya, dan berdemokrasi? Mulailah sediakan pedestrian yang ramah bagi pejalan kaki, karena pada akhirnya semua orang tetap harus berjalan kaki untuk mencapai tempat tujuannya”  

Nirwono Joga ,  Gerakan Kota Hijau.

 

Pagi itu, aku berjalan dengan santai menuju halte bus. Udara pagi yang sejuk dan kicauan burung menemani, membuat aku tersenyum riang. "Kalau setiap pagi jalan kaki begini pasti sehat dan langsing," batinku.

Driin! Driiin!
Suara klakson yang nyaring membangunkanku dari lamunan. Nyaris saja spion mobil tersebut mengenaiku! Dengan marah, aku menoleh ketika... plas! Kakiku menginjak genangan air dan belum lagi aku beranjak, bau pesing menguar. Ya Tuhan, inikah potret kotaku? 

Pedestrian, adalah tempat kita berjalan kaki di sebuah ruang di jalan raya. Lazim disebut dengan trotoar. Sebagai salah satu ruang publik yang setiap hari kita lewati, pedestrian yang nyaman dan aman memang belum sepenuhnya tersedia di perkotaan.

Walaupun 70 persen warga perkotaan menggunakan pedestrian, namun  pejalan kaki dianggap sebagai kaum marjinal,  sehingga belum  diperhatikan keselamatannya. Kadang,  para pejalan kaki bahkan harus bertarung dengan pengguna lain, yaitu sepeda motor, lubang menganga, tempat nongkrong pengemis, dan para pedagang kaki lima!

Padahal, jalan kaki adalah hak manusia yang hakiki. Jalan kaki bahkan dapat menjadi alternatif olahraga ringan sebelum datang ke trmpat kerja atau sekolah. Dengan tubuh sehat, otomatis pikiran terbuka dan produktif.

Bagaimana sikap pemerintah Indonesia saat ini terhadap hak manusia tersebut? Ketika reportase ini dituliskan, ada beberapa potret di kota besar di Indonesia, yang salah tentang pejalan kaki tetapi akhirnya menjadi suatu pembenaran.

Misalnya, pembangunan pedestrian di sebuah kota, dianggap harus sinergi dengan elemen kota lain, seperti peruntukan lahan dan transportasi kota. Dinas tata  kota yang sedianya mengatur perencanaan pedestrian yang tidak sinergi dengan perencanaan kota, membuat perencanaan tanpa memperhitungkan dan memaksimalkan pedestrian yang bersih, aman dan nyaman.  Pedestrian dianggap hanya sebagai syarat kota namun tidak berfungsi maksimal.

Berbicara mengenai pedestrian, tidak hanya berbicara dari segi fisik semata, tapi juga hubungannya dengan membangun sebuah kota hijau. Bisakah Indonesia memiliki kota hijau? Apakah kota-kota besar di Indonesia bisa menjadi kota hijau? Memiliki pedestrian yang nyaman dan aman, menarik bagi para pejalan kaki untuk menggunakan pedestrian. Dengan kesadaran penggunaan pedestrian maka akan berkurang penggunaan kendaranaan bermotor, berarti memperkecil gas emisi karbon kendaraan, bersih deh….kotaku.

Pedestrian Ideal


Bogor, mulai membenahi pedestriannya. terlihat pedestrian antara stasiun kereta api sampai taman topi. Lebar jalan 11,5 m, lampu jalan, masih perlu dilengkapi fasilitas lain, seperti bench, box telepon, dan tempat sampah. sumber foto: dewanstudio.com

Lebar pedestrian yang cukup lebar, menambah tingkat kenyamanan seseorang untuk melakukan aktivitas berjalan kaki. Pada UU No 22/2009, pejalan kaki memiliki atas hak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa pedestrian dan berkewajiban bagian jalan yang diperuntukkan bagi pejalan kaki atau jalan yang paling tepi. Pada kenyataannya, pejalan kaki tidak mengetahui hak nya sebagai pejalan kaki, sehingga ruang tersebut diserobot oleh para pedagang. Wow…senangnya para pejalan kaki jika mengetahui pedestrian harus dibuat aman dan nyaman dan sangat berhak itu hal tersebut.

Pedestrian adalah hak setiap warga kota, termasuk difabel, lansia, dan anak-anak. Pedestrian tidak hanya jalan ditepi jalan saja tapi termasuk zebra cross, jembatan penyebrangan, halte bis, serta tempat-tempat tujuan (sekolah, pasar, terminal, dsb). Untuk itu pedestrian harus aman untuk pemakainya mulai dari berjalan di tepi jalan, duduk, menelepon, sampai  penyebrangan. Dilengkapi lampu lalu lintas, marka jalan, pohon peneduh,tempat sampah, bench,  paving khusus difabel, lampu jalan, boks telepon, papan informasi, dsb. Lebar pedestrian memiliki lebar 3 sampai 10 meter, permukaannya rata (tidak berupa tangga), dan tidak terputus-putus oleh pintu keluar masuk bangunan.

Potret Jl Jatinegara Timur-Jakarta.
Suatu sore di satu segmen jalan tepatnya di depan Rumah Sakit Premier Jatinegara sampai pertigaan terminal Kampung Melayu, terlihat beberapa orang pedagang sudah mulai membuka lapaknya, ada sate padang, mie ayam pangsit, martabak telor dan martabak manis, nasi uduk, chinese food, bubur ayam, somay, pokoknya lengkap!

Mereka mendirikan lapaknya persis dipinggir jalan, tepatnya di space kosong, antara pedestrian dan jalan raya, mungkin peruntukan awalnya jalur hijau. Pedestrian selebar kira-kira 80 cm terkadang tidak cukup bila pejalan kaki berpapasan. Lebar jalan yang sangat sempit itu membuat pejalan kaki menjadi tidak nyaman. Belum lagi pedagang kaki lima mulai ekspansi ke pedestrian.

Apa sikap pejalan kaki? Tepat….para pejalan kaki malah mlipir alias minggir-minggir, mengalah kepada para “pengganggu”  itu. Padahal bila para pejalan kaki mengetahui bahwa  berjalan kaki di pedestrian adalah haknya, tentu mereka bisa tidak mau begitu saja mengalah.

Space kosong diantara jalan raya dan pedestrian (lebih lebar space ini dibanding pedestrian) tidak ditumbuhi tanaman, bisa ditebak? Betul! Space tersebut ditutupi oleh paving block untuk para pedagang makanan bisa membuka lapak dengan nyaman (supaya tidak kotor kata pedagangnya). Nah…..jadi sebenarnya ruang publik kota ini untuk apa ya? Kepentingan umum yaitu pejalan kaki atau sebagian orang yang membuka dagangannya di hak tanah warga kota?

Pedestrian dibuat menggunakan beton dan ditutup oleh pasangan gravel yang dibuat pola sedemikian rupa, sehingga tampak berbeda dengan pedestrian lainnya. Cukup cantik sih…..tapi kurang mendapatkan perhatian, sebagian lebar pedestrian terkadang terkena lapak makanan tersebut atau panggungnya para pengamen. Jadi sama saja, pejalan kaki dikorbankan.

Berkeliling Kebun Raya Bogor dan  Istana Bogor.
Berkeliling Istana Bogor sungguh menyenangkan. Sepuluh tahun yang lalu, saya senang sekali berjalan mengelilingi Kebun Raya Bogor dan Istana Bogor. Mulai dari pasar Bogor, saya menyusuri sampai jalan Pajajaran, jalan Jalak Harupat, dan terus menuju SMAN 1 Bogor, Kantor Pos, dan berakhir di Pasar Bogor.

Udaranya masih cukup segar, meskipun sudah didominasi oleh gas emisi karbon kendaraan. Berbeda dengan saat ini (sepuluh tahun kemudian), udara sudah terasa sesak. Aktivitas berjalan kaki, tidak lagi senyaman dulu. Pedestriannya tidak terlalu lebar, tetapi hanya untuk para pejalan kaki. Sekarang pedestrian tersebut sudah berubah menjadi area para pedagang makanan. Di depan Istana Bogor pun sudah ada beberapa pedagang makanan, terutama sayuran yang ditawarkan bagi warga ynag ingin memberi makan rusa Istana Bogor. Keindahan Istana Bogor sudah dipudarkan oleh aktivitas tersebut. Pedestrian yang sempit tersebut dibebani lagi dengan sejumlah pedagang.

Alangkah baiknya, di sepanjang pagar Istana Bogor, pedestrian ditata kembali, dengan mengedepankan kota demokrasi yang memprioritaskan pejalan kaki. Program baru Bogor bagi pejalan kaki, yang tentunya bisa "dijual” sebagai obyek wisata kota. Pilot project pedestrian menuju stasiun kota Bogor dapat diterapkan di seluruh pedestrian kota Bogor.

Diharapkan seluruh kota di Indonesia mulai memikirkan hak warganya sebagai pejalan kaki, warga kota dapat berinteraksi sosial dan berinteraksi dengan alam disepanjang pedestrian tersebut. Pedestrian yang tidak dibuat sebagaimana mestinya, berarti membunuh karakter manusia sebagai mahluk sosial. Pada buku Nirwono Joga, disebutkan bahwa kondisi pedestrian juga menandakan kedekatan masyarakat dengan pemerintahannya.

Semoga saja, dengan banyaknya warga yang menyuarakan pendapat, membuka mata pemerintah agar membenahi jalur pejalan kaki. Pedestrian yang apik, cermin kota yang baik!

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun