Seteguk air isi ulang pada botol kemasan akan terasa segar setelah perjalanan panjang, sepotong roti kemarin akan berharga saat kelaparan, satu detik, menit bahkan jam akan terasa cepat dalam sekejap pandangan. Semua hal yang terjadi pada diri kita bukanah sangat begitu cepat datang dan menghilang ? apapun itu bentuknya. Entah kebahagiaan, kesedihan, kepahitan bahkan kegetiran. Semuanya berlalu begitu cepat.
Dua hari yang lalu aku berkunjung ke salah satu tempat wisata yang ada di Cianjur, Jawa Barat. Berwisata ke daerah ini tentu saja bukan hanya disuguhi pemandangan hijau dan sejuknya alam. Namun juga beberapa pedagang asongan yang menjajakan barang khas daerah tersebut, salah satunya buah starwberry. Yang dikenal tumbuh sumbuh di daerah pegunungan.
Ada satu pedagang buah starwberry, yang usianya sudah senja namun masih semangat berdiri di depan pintu kedatangan. Jika lelah beliau berhenti, jika pengunjung datang beliau akan semangat menjajakan dagangannya. Aku mengamati cukup lama aktivitas yang beliau lakukan. Karena sepanjang mataku melihat ke sekeliling tempat dimana para pedagang berdiri, hanya beliau satu-satunya yang sudah masuk usia senja. Hatiku meringis perih, betapa tidak bersyukurnya diri.
Aku hampiri bapak penjual starwberry itu, meski sering kali diingatkan oleh teman atau kawan seperjalanan. Bahwa buah yang akan dibeli itu pasti terasa asam tidak manis seperti yang penjual katakan. Aku mengacuhkan perkataan itu, ku hampiri dan beliau datang dengan senyum disertai peluh saat itu, siang hari yang begitu cerah.
" pak saya mau beli buahnya, harganya berapa ya ?"
" Alhamdulillah, lima belas ribu neng. Mau beli yang mana dan berapa ?"
" satu saja pak, buah starwberry yang ini"
" Terima kasih neng, semoga Allah limpahkan rizki dan kehidupan yang baik"
Sebenarnya ada beberapa percakapan yang aku tidak cantumakn disini, karena kami berbagi cerita mengenai asal daerah kami berasal termasuk beliau yang berkali-kali terus mengucapkan Alhamdulillah. Dari Bus yang aku tumpangi. Ku pandangi bapak penjual yang sedang duduk menanti pembeli lain sambil terus mengucapkan syukur atas satu barang dagangannya yang telah dibeli itu.
Kataku dalam hati saat itu, bersyukur itu sulit bagi yang sempit. sempit pikirannya, sempit hatinya, sempit dirinya. Memang benar sesekali kita harus datang ke tempat dimana rasa syukur itu timbul kembali, tidak hanya rasa jenuh dan ketidakrelaan dalam hidup yang terus dikeluhkan. Melalui perjalanan kemarin, ku temui syukur yang sudah lama tertimbun gelap dalam pandangan kehidupan.