Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

'We See Equal', Lima Langkah Lawan Kekerasan dan Perkawinan Anak

29 Juli 2023   10:16 Diperbarui: 29 Juli 2023   10:34 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi P&G Indonesia

Peringatan Hari Anak Nasional memang sudah berlalu. Namun, bukan berarti permasalahan anak lantas berakhir. Hingga detik ini, anak-anak masih banyak yang mengalami kekerasan. Masih banyak yang hak-haknya terampas. Masih banyak yang dieksploitasi. Masih banyak yang tidak mendapatkan keadilan.

Hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) tahun 2021 yang dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menunjukkan 4 dari 10 anak perempuan dan 3 dari 10 anak laki-laki berusia 13-17 tahun di Indonesia pernah mengalami kekerasan dalam berbagai bentuk di sepanjang hidupnya. 

Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) yang dirilis Kemen PPPA juga mengungkapkan terdapat 16.106 kasus kekerasan anak yang terjadi di Indonesia. Jenis kekerasan paling banyak dialami anak-anak adalah kekerasan seksual mencapai 45,4%. 

Kasus kekerasan seksual ini harus menjadi perhatian bersama. Bagaimanapun kekerasan seksual yang dialami anak-anak, akan sangat berdampak pada tumbuh kembang dan kehidupan mereka di saat dewasa

Persoalan ketidaksetaraan gender juga kerap dialami anak-anak. Sebut saja kurangnya akses pendidikan yang setara dan berkualitas. Dampaknya membuat generasi muda rentan terhadap kekerasan dan perkawinan anak. 

Kekerasan dan perkawinan anak adalah ancaman terbesar bagi kesejahteraan anak. Terlebih jika hal ini menimpa anak perempuan. Kondisi ini akan menyebabkan tercurinya hak-hak dasar seorang anak. Sebut saja hak pendidikan, hak untuk hidup bebas dari kekerasan dan pelecehan, hak kesehatan, hak dilindungi dari eksploitasi, dan hak tidak dipisahkan dari orangtua. 

Hak anak tidak akan terampas jika kekerasan dan perkawinan anak dapat dicegah. Caranya dengan memperkuat kapasitas dan komitmen masyarakat menerapkan pengasuhan positif. Selain itu, memberikan kesempatan pendidikan yang tinggi dan setara bagi anak-anaknya. 

P&G Indonesia menyadari betul hal itu. Perusahaan Fast Moving Consumer Goods (FMCG) itu kembali menyatakan komitmennya melawan kekerasan dan perkawinan anak baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat melalui program "We See Equal".

Bagi P&G, peringatan Hari Anak Nasional harus menjadi momentum membangkitkan semangat dan sinergi untuk bersama-sama mengatasi berbagai permasalahan anak. 

Bersama dengan Save the Children Indonesia, P&G membagi lima langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun