Dua puluh lima tahun sudah perjalanan reformasi bangsa Indonesia sejak bergulir pada Mei 1998. Bukan waktu yang sebentar. Selama seperempat abad berlalu, ternyata perjalanan reformasi kita tidak berjalan sesuai harapan.
Karena itu, "peringatan" 25 tahun reformasi ini harus menjadi momentum refleksi atas capaian cita-cita reformasi yang kita perjuangkan. Momentum untuk membenahi jalannya pemerintahan di orde reformasi ini.
Demikian persoalan yang mengemuka dalam FGD Serial Kebangsaan bertajuk
"Kepercayaan Publik terhadap Institusi-Institusi Negara Produk Reformasi", Jumat 19 Mei 2023 secara virtual melalui aplikasi Zoom.
Diskusi ini diadakan oleh Aliansi
Kebangsaan, Forum Rektor Indonesia, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asosiasi Ilmu Politik Indonesia, HIPMI, dan Harian Kompas.
Hadir sebagai narasumber dalam diskusi yang dimoderatori Manuel Kaisiepo, ini yaitu Prof Jimly Asshiddiqie (Pakar hukum Tata Negara), Prof. Valina Singka Subekti (Guru Besar Ilmu Politik UI), Bivitri Susanti, S.H, LL.M (Pakar Hukum dan dosen STHI Jentera), dan Feri Amsari, S.H, M.H, LL.M (Pakar Hukum Universitas Andalas).
Dalam pengantarnya, Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo, menyampaikan, salah satu dampak reformasi dalam kehidupan bernegara adalah munculnya lembaga-lembaga negara baru yang dibentuk. Baik itu dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar, Undang-Undang, atau peraturan perundang-undangan di bawahnya.
Aliansi Kebangsaan bersama mitra strategisnya pun mengevalusi kinerja lembaga-lembaga negara setelah seperempat abad reformasi berjalan. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja lembaga Negara adalah "tingkat kepercayaan publik". Ini adalah variabel penting bagi terwujudnya good governance.
Alasannya, tingkat kepercayaan menghasilkan legitimasi publik yang
dapat menciptakan modal sosial bagi pemerintah/lembaga negara. Modal sosial ini digunakan sebagai instrumen untuk mendapatkan dukungan politik maupun sosial dalam melaksanakan tugasnya.
Dalam pandangannya, belakangan ini kita
dihadapkan kepada fenomena merosotnya "kepercayaan publik" terhadap institusi-institusi negara produk reformasi. Padahal,
tujuan dari gerakan reformasi 1998 adalah mewujudkan negara hukum (rechtsstaat) yang demokratis.
Gerakam reformasi ini sebagai koreksi atas rezim sebelumnya yang berkarakter negara kekuasaan (machstaat) dengan cara-cara pemerintahan yang dianggap represif-otoriter.