Dua tahun sudah mudik dilarang pemerintah gara-gara pandemi Covid-19. Akhirnya, pemerintah memperbolehkan masyarakat mudik untuk berlebaran Idulfitri 1443 Hijriah di kampung halaman bersama orang tua dan keluarga.
Tentu saja dengan sejumah persyaratan. Di antaranya, calon pemudik yang sudah mendapatkan vaksinasi dosis ketiga (vaksin booster) tidak wajib menunjukkan hasil negatif tes RT-PCR atau rapid test antigen,
Sementara itu, bagi yang belum booster harus melakukan tes RT-PCR atau rapid test antigen dengan hasil negatif. Sampelnya harus diambil dalam kurun waktu 1 x 24 jam.
Jika test PCR, sampelnya diambil dalam kurun waktu 3 x 24 jam sebelum keberangkatan.
Ok. Tidak masalah. Sepertinya persyaratan tersebut bisa dipenuhi. Bisa langsung dicheck list. Mudik tetap harus berjalan setelah dua tahun tidak mudik. Begitulah, mudik yang ngangenin bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.
Universitas Gadjah Mada (UGM) menyebutkan, tahun ini diperkirakan jumlah pemudik mencapai 85 juta orang. Jumlah ini naik 40 persen dibanding pada 2019.
Tapi bagaimana dengan kondisi keuangan? Sudah pasti kita dibuat pusing mengelolanya. Musim mudik biasanya jumlah pengeluaran lebih besar dibanding dengan pendapatan selama satu bulan.
Bagaimanapun, untuk mudik dan berlebaran di kampung halaman tentu harus menyediakan uang yang tidak sedikit. Jika tidak dikelola dengan baik, akan terjadi pemborosan.
Rasa antusias mudik yang berujung menjadi boros dan membuat keuangan menipis. Kita tidak bisa mengkontrol kebutuhan dan keinginan untuk keperluan mudik dan Hari Raya. Yang ada, malah membeli barang yang sebetulnya tidak perlu.
Joses Tjohjono Director Regional GetPaid, memberikan beberapa tips agar keuangan tidak boncos saat mudik dan di hari raya.