Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Rusia dan Ukraina Perang, Batu Bara Indonesia Mulai Diburu

13 Maret 2022   14:48 Diperbarui: 13 Maret 2022   14:53 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perang antara Rusia dan Ukraina masih saja berlanjut. Meski kedua negara diterpa udara yang sangat dingin, bahkan di angka minus 20 derajat selsius, tetap tidak sanggup memadamkan api peperangan. Yang ada, justru kian berkobar.

Akibat peperangan antara dua negara bertetangga, bahkan bersaudara ini, membuat ketidakpastian pasokan minyak dan gas bumi di sejumlah negara. Hingga kini, Rusia belum memasok batu baranya ke beberapa negara Eropa termasuk ke China.

Negara-negara yang terdampak peperangan ini lantas mulai beralih pada batu bara. Terlebih perang tidak bisa diprediksikan kapan usai.

Perang ini sendiri diawali pada 24 Februari 2022, saat Rusia melancarkan invasi berskala besar ke Ukraina, salah satu negara tetangganya di sebelah barat daya.

Seperti diketahui, perang antara Rusia dan Ukraina telah berdampak pada kenaikan harga batu bara. Bahkan sempat mencapai rekor tertinggi yakni US$ 446 per ton pada Rabu, 2 Maret 2022.

"Saat ini, batu bara menjadi incaran dunia. Situasi ini memberikan dampak positif bagi Indonesia," kata Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia, dalam keterangannya, Jumat, 11 Maret 2022.

Dikatakan,  negara kita menjadi salah satu negara penghasil batu bara termal terbesar di dunia. Berada di posisi ketiga dunia, setelah China dan India. Ketersediaan batu bara ini relatif masih cukup banyak dan dapat diterima.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, produksi batu bara dalam negeri hingga 4 Maret 2022 telah mencapai 74,02 juta ton

Jumlah ini setara dengan 11,16 persen dari target yang telah ditetapkan pemerintah. Yakni 663 juta ton hingga akhir tahun nanti.

Dari jumlah tersebut, batu bara Tanah Air yang telah dijual ke pasar diekspor sebesar 11,14 juta ton. Sebanyak 18,24 juta ton lainnya diperuntukkan bagi industri dalam negeri.

Baik bagi industri pembangkit listrik maupun kebutuhan industri seperti pupuk dan semen.  Sementara sisanya, masih dalam proses penjualan.

Sedangkan Rusia, berada di urutan keenam di dunia. Berdasarkan data BP Statistical Review 2021, Rusia memproduksi sebesar 399,8 juta ton pada 2020.

Kontribusi pasokan batu bara asal Rusia ini sebesar 5,2% dari total produksi batu bara dunia sebesar 7,74 miliar ton.

Akibat perang ini, pasokan batu bara dari Rusia diperkirakan akan terhambat. Jelas saja mengganggu kelangsungan hidup negara-negara yang mengimpor batu bara ke Rusia.

Efeknya, beberapa negara, khususnya dari Eropa hingga China mencari alternatif pengganti dari negara lain. Salah satunya ke Indonesia.

Menurutnya, komoditas batu bara masih menjadi sumber energi yang paling murah dibandingkan sumber energi lainnya. Juga menjadi salah satu energi penting di tengah upaya pengembangan pembangkit energi terbarukan.

Sejauh ini, katanya, batu bara masih terbukti menjadi sumber energi paling murah alias affordable di dunia. Batu bara juga mampu memenuhi ketahanan energi nasional.

"Apalagi dengan perkembangan teknologi pembangkit yang rendah emisi," katanya.

Karena itu,  tidak heran, jika negara-negara Eropa mulai beralih ke batu bara menyusul perang saudara antara Rusia dan Ukraina.  

Sejumlah negara pengguna gas alam sebagai sumber energi utama, juga mulai mengambil ancang-ancang kembali memakai batu bara sebagai energi.

Sebut saja Italia dan Jerman. Kedua negara ini dikenal menggunakan memilih menggunakan gas sebagai sumber energi bagi pembangkit listrik.

Tingginya harga gas membuat negara itu memilih kembali mengoperasikan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara.

Hendra berpendapat  jenis batu bara ini digunakan oleh dunia sebagai sumber energi bagi pembangkit listrik.

Terkait eksportir batu bara Indonesia, ia menilai sampai sejauh ini tidak berdampak signifikan atas terjadinya perang antara Rusia dan Ukraina.

Karena,  sebanyak 98% ekspor batu bara Indonesia bukan ke negara Eropa melainkan ke negara-negara Asia Pasifik.

Eksportir batu bara dari Indonesia justru bisa meraup berkah, ketika ekspor batu bara Rusia dan Ukraina ke China dan Jepang terhambat.

"Tentunya, batu bara Indonesia bisa menjadi peluang menambah pasokan ke China dan Jepang," ujarnya.

Saat ini, eksportir batu bara sedang mencermati situasi di pasar batu bara atas konflik Rusia - Ukraina itu.

Sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat dan Inggris, telah mengurangi bahkan menyetop impor komoditas energi dari Rusia. Ini sebagai bentuk sanksi atas perang yang dimulai negara tersebut di Ukraina.

Dampaknya, dari hal ini, banyak negara tak ayal mencari alternatif sumber pasokan, termasuk dari Indonesia.

Indonesia bisa dikatakan menjadi salah satu negara yang dianggap berpotensi menggantikan beberapa komoditas asal Rusia yang tersendat.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menerangkan pertumbuhan industri batu bara akan meningkatkan kebutuhan pada tenaga kerja.

Artinya, keberadaan pertambangan fosil ini mampu mengurangi jumlah pengangguran di dalam negeri.

"Kenaikan ini juga akan kembali menghidupkan perekonomian masyarakat dan Pemda, di mana lokasi pertambangan batu bara berada," katanya.

Dikatakan, batu bara terus menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar pada subsektor mineral dan batu bara.

Tahun lalu, pendapatan negara bukan pajak (PNBP) pada sektor ini mencapai Rp 75,15 triliun atau 192% dari target. Sedangkan tahun ini diproyeksi bisa melebihi target tahun lalu.

Adapun terhadap upaya transisi energi, batu bara menjadi salah satu penopang energi terbesar di dalam negeri. Mengingat transisi energi atau peralihan penggunaan pada pembangkit energi bersih masih pada tahap pengembangan.

Perlu menjadi catatan, biaya investasi untuk pengembangan energi baru terbarukan cukup mahal. 

Dalam beberapa kesempatan Kementerian ESDM  menyebutkan investasi yang diperlukan untuk pengembangan EBT mencapai Rp400 triliun dalam 10 tahun ke depan. Hitung-hitungan ini setelah mempertimbangkan RUU EBT rampung.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi KESDM Dadan Kusdiana sempat menerangkan energi terbarukan pada sektor kelistrikan masih cukup tinggi mencapai US$1 - US$2 juta per Megawatt (MW) EBT.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun