Kata driver, kalau hujan, air sungai meluap yang kadang memunculkan aliran sungai baru dan menenggelamkan aliran sungai lama.Â
Oh iya, Sungai Sileng ini termasuk danau purba, yang berdasarkan penelitian sudah ada sejak 10 ribu tahun lalu. Wah, lama juga ya. Pantas disebut purba.Â
Saya mencoba menelusurinya di internet. Dikatakan, W.O.J. Nieuwenkamp (1874- 1950) -- seorang penulis, arsitek, pemahat, pelukis dan ethnoloog, saat mengunjungi Candi Borobudur berkesimpulan bahwa Candi Borobudur berdiri di tengah danau.Â
Pandangannya ini dimuat di majalah "Ned. Indie Oud en Nieuw", pada 1932. Dalam tulisannya ia mengatakan, candi Borobudur itu sebenarnya adalah bangunan raksasa yang melukiskan bentuk bunga terarai, untuk menghormati Maetreya, tokoh Buddha di masa datang, yang menurut mithologi diceritakan lahir dari bunga teratai, sebuah bunga lambang kesucian dalam agama Buddha.
Bertitik tolak dari pendapat tersebut, ia kemudian menduga, bahwa candi itu dahulu bercat putih, dan dibangun di tengah-tengah  danau, sebagai bunga teratai putih yang menyembul di atas permukaan air.
Pembuktian Nieuwenkamp secara topografis dilengkapi pula dengan usaha pembuktian secara toponimi. Yaitu dengan mempelajari nama-nama desa di sekitar Borobudur itu ia berusaha membuktikan bahwa daerah tersebut dahulu adalah danau.(jogja.tribunnews.com, 17 April 2018).Â
Untuk lebih detilnya bisa baca di sini. Nah, bertambah lagi kan pengetahuan saya.Â
Setelah puas menyusuri Sungai Sileng, perjalanan berakhir di tempat kerajinan gerabah Harum Art. Di sini, kami belajar membuat gerabah.Â
Wah, bisa dibilang paket komplit ini mah. Ya wisata budaya, wisata alam, wisata edukasi. Akhirnya saya jadi tahu, kalau di sekitar Candi Borobudur ada wisata yang juga menarik untuk dijelajahi.
Bagaimana keseruan membuat gerabah, nantikan di episode selanjutnya. Stay tune ya. Terus ikuti saya hehehe...