Hari ini, Kamis (13/5/2021), saya dan keluarga memutuskan untuk shalat Idul Fitri 1442 Hijriah di luar rumah. Suami di area Masjid Al Ihsan Permata Depok, sementara saya dan anak-anak di sekitar jalanan. Permata Depok sendiri berada di kawasan Kota Depok, Jawa Barat.
Sebelum shalat Ied berlangsung, berulang kali pengurus masjid menginformasikan lokasi jamaah laki-laki di masjid dan pelataran masjid, sementara jamaah perempuan di sekitar jalanan atau lapangan.
Diinformasikan pula sudah dalam keadaan berwudhu, memakai masker, membawa sajadah sendiri, dan menempati posisi yang sudah diberi tanda. Jamaah juga diminta untuk sering-sering mencuci tangan.Â
Usai shalat, jamaah diminta untuk bergiliran meninggalkan tempat shalat untuk menghindari terjadinya kerumunan. Tidak ada jabat tangan apalagi cipika cipiki alias cium pipi kiri cium pipi kanan.Â
Saya perhatikan, area jalan Permata Depok jamaah perempuan cukup mengular, belum lagi di area jalan di beberapa sektor. Mungkin karena jarak antarjamaah cukup berjarak, maka jamaah terlihat mengular.
Ini menjadi shalat idul fitri pertama selama pandemi Covid-19. Tahun lalu, saya dan keluarga shalat idul fitri di rumah dengan suami yang menjadi imam. Saat itu, Covid-19 awal-awalnya mewabah.
Selesai shalat idul fitri dua rakaat, dengan rakaat pertama 7 kali takbir dan rakaat kedua 5 kali takbir, lalu dilanjutkan dengan kutbah idul fitri, yang entah disampaikan oleh ustadz siapa. Sebenarnya disebutkan namanya, tapi saya lupa.
Dalam kutbahnya, ustadz meminta kita untuk merenungi dan introspeksi diri atas segala peristiwa yang terjadi. Untuk selalu memperhatikan kejadian-kejadian di muka bumi sebagai pembelajaran atau mengambil hikmah atas peristiwa tersebut.Â
Dalam Alquran, Allah SWT menggambarkan, sesungguhnya berbagai ujian Allah berupa musibah yang ditimpakan kepada umatNya, tujuannya agar kita melakukan introspeksi diri (muhasabah).
Berkaca dari berbagai peristiwa yang ada, sudah selayaknya kita melakukan introspeksi dan evaluasi diri. Apakah semua perbuatan yang kita lakukan itu benar di sisi Allah, atau justru perbuatan itu jauh dari ridha-Nya? Atau bahkan mendustakan Allah?