Pagi-pagi sarapan apa ya? Di meja makan asli tidak ada apa-apa. Habis tidak bersisa. Menyisakan sambal terasi yang tinggal sedikit.
Buka kulkas saya lihat ada sawi dan wortel. Masih ada bakso juga. Saya lihat di dekat wadah bumbu ada sebungkus mie telur. Hmmm... apa bikin mie goreng saja?
Sebenarnya saya tidak terlalu sering makan mie. Suka sih, tapi saya batasi. Sejak saya terkena kanker, saya batasi makan mie, terlebih mie instan, sebulan hanya sekali. Itu pun kalau ingin banget.
Mie instan memang sangat tidak dianjurkan dikonsumsi oleh penderita atau penyintas kanker. Terlebih mie instan ini bukan termasuk makanan yang menyehatkan, meski tersedia dengan berbagai varian.
Sebagian besar merek mie instan yang beredar di pasaran memiliki kadar kalori, serat, dan protein yang rendah. Sementara, kadar lemak, karbohidrat, hingga natriumnya sangat tinggi.
Penderita atau penyintas kanker atau bahkan orang sehat sekalipun, sebaiknya mengonsumsi makanan yang kaya nutrisi serta mengonsumsi banyak kalori dan protein.
Jika penderita kanker makan mie instan, nutrisi yang dibutuhkannya tidak dapat terpenuhi. Karena dalam semangkuk mie instan tidak lebih dari makanan minim protein, penuh karbohidrat, kaya lemak, garam, serta bahan penyedap rasa dan pengawet.
Tapi bukan dilarang makan mie. Boleh makan mie asal dimasak secara sehat dan ditambah sumber protein dan serat.
Kata dokter yang memeriksa saya, penderita kanker memang lebih baik makan mie yang diolah sendiri daripada mie instan. Namun, bukan berarti juga bisa terus-terusan mengonsumsi mie.
Saya harus sebisa mungkin memvariasikan sumber karbohidrat dalam menu harian. Makan mie melulu juga tak baik bagi kesehatan. Terlebih saya masih menjalani pengobatan kanker yang butuh pasokan nutrisi yang lebih dari biasanya.
Tidak hanya orang terkena kanker, orang yang sehat juga dianjurkan untuk tidak sering mengonsumsi mie, apalagi mie instan. Begitu kata dokter.Â